Sabtu, 26 Februari 2011

Konsep Dasar Kurikulum Berbasis Lokal dan Kedaerahan

Oleh :

MUHSYANUR, S.Pd


Sejak diberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Sekolah diberikan kewenangan untuk menyusun serta mengembangkan kurikulum pendidikan berdasarkan kebutuhan, keunggulan dan kompetensi sumber daya daerah di setiap satuan pendidikan masing-masing. Hal ini menandakan arah baru pembaharuan manajemen kurikulum pendidikan dari state based school development menjadi community based school develompment.
Perubahan paradigma pendidikan ini bermula sejak ditetapkannya UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan meng-amanatkan kurikulum KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang merujuk kepada panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Ketentuan konstitusional ini, mengharuskan setiap satuan pendidikan bisa menetapkan prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum KTSP yang mampu bersinergi antara kepentingan nasional dan daerah sebagai wujud arah baru perubahan paradigma pendidikan dari centralized management ke decentralized management .
Yang perlu difahami dan dimaknai dari arah baru paradigma sistim pendidikan nasional ini adalah sekolah harus mampu menangkap keunggulan atau kompetensi internal maupun eksternal yang bernuansa kedaerahan sebagai potensi sumber belajar untuk memperkaya kontent bidang studi yang memiliki keterkaitan dengan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM) dan karakteristik kedaerahan.
Dengan demikian, bidang studi Muatan Lokal benar-benar memiliki kontent spesifik kedaerahan yang dapat dijadikan sebagai suatu bidang studi unggulan sekolah yang memiliki relevansi dengan konteks dan sumber daya kedaerahan.



A. Pengertian Berbasis Lokal
Berbasis lokal adalah segala sesuatu yang merupakan ciri khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain. Sumber lain mengatakan bahwa Keunggulan lokal adalah hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah (Dedidwitagama,2007). Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Keunggulan Lokal (KL) adalah suatu proses dan realisasi peningkatan nilai dari suatu potensi daerah sehingga menjadi produk/jasa atau karya lain yang bernilai tinggi, bersifat unik dan memiliki keunggulan komparatif.
Berbasis lokal harus dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah adalah potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah. Sebagai contoh potensi Kota Sengkang serta sekitarnya Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan, memiliki potensi budi daya sutera dan pariwisata (Danau Tempe). Pemerintah dan masyarakat kota Sengkang dapat melakukan sejumlah upaya dan program, agar potensi tersebut dapat diangkat menjadi keunggulan lokal kota Sengkang-Wajo sehingga ekonomi di wilayah kota Sengkang dan sekitarnya dapat berkembang dengan baik.
Kualitas dari proses dan realisasi keunggulan lokal tersebut sangat dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, yang lebih dikenal dengan istilah 7 M, yaitu Man, Money, Machine, Material, Methode, Marketing and Management. Jika sumber daya yang diperlukan bisa dipenuhi, maka proses dan realisasi tersebut akan memberikan hasil yang bagus, dan demikian sebaliknya. Di samping dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, proses dan realisasi keunggulan lokal juga harus memperhatikan kondisi pasar, para pesaing, substitusi (bahan pengganti) dan perkembangan IPTEK, khususnya perkembangan teknologi. Proses dan realisasi tersebut akan menghasilkan produk akhir sebagai keunggulan lokal yang mungkin berbentuk produk (barang/jasa) dan atau budaya yang bernilai tinggi, memiliki keunggulan komparatif, dan unik.
Dari pengertian keunggulan lokal tersebut diatas maka Pendidikan Berbasis Lokal dan Kedaerahan (KBLK) di SMK adalah pendidikan/program pembelajaran yang diselenggarakan pada SMK sesuai dengan kebutuhan daerah, dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam, sumber daya manusia, geografis, budaya, historis dan potensi daerah lainnya yang bermanfaat dalam proses pengembangan kompetensi sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik.
B. Potensi Keunggulan Lokal
Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), geografis, budaya dan historis. Uraian masing-masing sebagai berikut :
1. Potensi Sumber Daya Alam
Sumber Daya Alam (SDA) adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk berbagai kepentingan hidup. Contoh bidang pertanian: padi, jagung, buah-buahan, sayur-sayuran dll.; bidang perkebunan: karet, tebu, tembakau, sawit, coklat dll.; bidang peternakan: unggas, kambing, sapi dll.; bidang perikanan: ikan laut, ikan air tawar, rumput laut, tambak, dll. Contoh lain misalnya di provinsi Jawa Timur memiliki keunggulan komparatif dan keragaman komoditas hortikultura buah-buahan yang spesifik, dengan jumlah lokasi ribuan hektar yang hampir tersebar di seluruh di wilayah kabupaten/kota. Keunggulan lokal ini akan lebih cepat berkembang, jika dikaitkan dengan konsep pembangunan agropolitan (Teropong Edisi 21, Mei-Juni 2005, h. 24). Agropolitan merupakan pendekatan pembangunan bottom-up untuk mencapai kesejahteraan dan pemerataan pendapatan yang lebih cepat, pada suatu wilayah atau daerah tertentu, dibanding strategi pusat pertumbuhan (growth pole).
2. Potensi Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) didefinisikan sebagai manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menjadi makhluk sosial yang adaptif dan transformatif dan mampu mendayaguna- kan potensi alam di sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan (Wikipedia, 2006). Pengertian adaptif artinya mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perubahan IPTEK dan perubahan sosial budaya. Bangsa Jepang, karena biasa diguncang gempa merupakan bangsa yang unggul dalam menghadapi gempa, sehingga cara hidup, sistem arsitektur yang dipilihnya sudah diadaptasikan bagi risiko menghadapi gempa. Kearifan lokal (indigenous wisdom) semacam ini agaknya juga dimiliki oleh penduduk pulau Simeulue di Aceh, saat tsunami datang yang ditandai dengan penurunan secara tajam dan mendadak muka air laut, banyak ikan bergelimpangan menggelepar, mereka tidak turun terlena mencari ikan, namun justru terbirit-birit lari ke tempat yang lebih tinggi, sehingga selamat dari murka tsunami. Pengertian transformatif artinya mampu memahami, menerjemahkan dan mengembangkan seluruh pengalaman dari kontak sosialnya dan kontaknya dengan fenomena alam, bagi kemaslahatan dirinya di masa depan, sehingga yang bersangkutan merupakan makhluk sosial yang berkembang berkesinambungan.
SDM merupakan penentu semua potensi keunggulan lokal. SDM sebagai sumber daya, bisa bermakna positif dan negatif, tergantung kepada paradigma, kultur dan etos kerja. Dengan kata lain tidak ada realisasi dan implementasi konsep keunggulan lokal tanpa melibatkan dan memposisikan manusia dalam proses pencapaian keunggulan. SDM dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas SDA, mencirikan identitas budaya, mewarnai sebaran geografis, dan dapat berpengaruh secara timbal balik kepada kondisi geologi, hidrologi dan klimatologi setempat akibat pilihan aktivitasnya, serta memiliki latar sejarah tertentu yang khas. Pada masa awal peradaban, saat manusia masih amat tergantung kepada alam, ketergantungannya yang besar terhadap air telah menyebabkan munculnya peradaban pertama di sekitar aliran sungai besar yang subur.
3. Potensi Geografis
Objek geografi antara lain meliputi, objek formal dan objek material. Objek formal geografi adalah fenomena geosfer yang terdiri dari, atmosfer bumi, cuaca dan iklim, litosfer, hidrosfer, biosfer (lapisan kehidupan fauna dan flora), dan antroposfer (lapisan manusia yang merupakan tema sentral). Sidney dan Mulkerne (Tim Geografi Jakarta, 2004) mengemukakan bahwa geografi adalah ilmu tentang bumi dan kehidupan yang ada di atasnya. Pendekatan studi geografi bersifat khas. Pengkajian keunggulan lokal dari aspek geografi dengan demikian perlu memperhatikan pendekatan studi geografi. Pendekatan itu meliputi; (1) pendekatan keruangan (spatial approach), (2) pendekatan lingkungan (ecological approach) dan (3) pendekatan kompleks wilayah (integrated approach). Pendekatan keruangan mencoba mengkaji adanya perbedaan tempat melalui penggambaran letak distribusi, relasi dan inter-relasinya. Pendekatan lingkungan berdasarkan interaksi organisme dengan lingkungannya, sedangkan pendekatan kompleks wilayah memadukan kedua pendekatan tersebut.
Tentu saja tidak semua objek dan fenomena geografi berkait dengan konsep keunggulan lokal, karena keunggulan lokal dicirikan oleh nilai guna fenomena geografis bagi kehidupan dan penghidupan yang memiliki, dampak ekonomis dan pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Contoh tentang angina fohn yang merupakan bagian dari iklim dan cuaca sebagai fenomena geografis di atmosfer. Angin fohn adalah angin jatuh yang sifatnya panas dan kering. Angin fohn terjadi karena udara yang mengandung uap air gerakannya terhalang oleh gunung atau pegunungan. Contoh angin fohn di Indonesia adalah angin Kumbang di wilayah Cirebon dan Tegal karena pengaruh Gunung Slamet, angin Gending di wilayah Probolinggo yang terjadi karena pengaruh gunung Lamongan dan pegunungan Tengger, angin Bohorok di daerah Deli, Sumatera Utara karena pengaruh pegunungan Bukit Barisan.
Seperti diketahui angin semacam itu menciptakan keunggulan lokal Sumber Daya Alam, yang umumnya berupa tanaman tembakau, bahkan tembakau Deli berkualitas prima dan disukai sebagai bahan rokok cerutu. Semboyan Kota Probolinggo sebagai kota Bayuangga (bayu = angin, anggur dan mangga) sebagai proklamasi keunggulan lokal tidak lepas dari dampak positif angin Gending.
4. Potensi Budaya
Budaya adalah sikap, sedangkan sumber sikap adalah kebudayaan. Agar kebudayaan dilandasi dengan sikap baik, masyarakat perlu memadukan antara idealisme dengan realisme yang pada hakekatnya merupakan perpaduan antara seni dan budaya. Ciri khas budaya masing-masing daerah tertentu (yang berbeda dengan daerah lain) merupakan sikap menghargai kebudayaan daerah sehingga menjadi keunggulan lokal. Beberapa contoh keunggulan lokal menghargai kebudayaan setempat yaitu : upacara pemotongan kerbau massal di Tana Toraja, upacara Ngaben di Bali, Malam Bainai di Sumatera Barat, Sekatenan di Yogyakarta dan Solo dan upacara adat perkawinan di berbagai daerah.
Sebagai ilustrasi dari keunggulan lokal yang diinspirasi oleh budaya, misalnya di Kabupaten Jombang Jawa Timur, telah dikenal antara lain:
1. Teater “Tombo Ati” (Ainun Najib)
2. Musik Albanjari (Hadrah)
3. Kesenian Ludruk Besutan
4. Ritualisasi Wisuda Sinden (Sendang Beji)
5. Potensi Historis
Keunggulan lokal dalam konsep historis merupakan potensi sejarah dalam bentuk peninggalan benda-benda purbakala maupun tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Konsep historis jika dioptimalkan pengelolaannya akan menjadi tujuan wisata yang bisa menjadi asset, bahkan menjadi keunggulan lokal dari suatu daerah tertentu. Pada potensi ini, diperlukan akulturasi terhadap nilai-nilai tradisional dengan memberi kultural baru agar terjadi perpaduan antara kepentingan tradisional dan kepentingan modern, sehingga aset atau potensi sejarah bisa menjadi aset/potensi keunggulan lokal.
Salah satu contoh keunggulan lokal yang diinspirasi oleh potensi sejarah, adalah tentang kebesaran “Kerajaan Majapahit”, antara lain : Pemerintah Kabupaten Mojokerto secara rutin menyelenggarakan Perkawinan ala Majapahit sebagai acara resmi yang disosilaisasikan kepada masyarakat;
a. Pada bulan Desember 2002, diadakan Renungan Suci Sumpah Palapa di makam Raden Sriwijaya (Desa Bejijong, Trowulan, Kab. Mojokerto) yang dihadiri Presiden RI K.H Abdurachman Wachid;
b. Festival Budaya Majapahit yang diselenggarakan oleh Lembaga Kebudayaan dan Filsafat Javanologi dan Badan Kerjasama Organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (BKOK) bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Dinas P & K Kabupaten Mojokerto ( 27 Maret 2003).
Program Kurikulm Berbasis Lokal dan Kedaerahan Lokal di SMK merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh sekolah. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang tertuang pada PP 19 Tahun 2005 BAB III pasal 14 ayat (2) yang menyatakan bahwa pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok matapelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan kelompok mata pelajaran estetika atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani,olah raga dan kesehatan; dan ayat (3) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi. Oleh karena itu KBLK dapat diselenggarakan melalui tiga cara, yaitu pengintegrasian dalam mata pelajaran yang relevan, muatan lokal, dan mata pelajaran keterampilan.
Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran
Bahan kajian keunggulan lokal dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran tertentu yang relevan dengan SK/KD mata pelajaran tersebut. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mengkaji SK/KD mata pelajaran yang terkait dihubungkan dengan hasil analisis keunggulan lokal. Hasil pengkajian SK/KD tersebut dituangkan pada penyempurnaan silabus dan RPP. Kemudian dibuat bahan ajar cetak dan bahan ajar ICT yang mengintegrasikan KBLK pada mata pelajaran yang relevan. Pola pengintegrasian KBLK pada mata pelajaran dapat dilakukan melalui tahapan berikut ini.
a. Melaksanakan identifikasi SK/KD yang telah ada dihubungkan dengan hasil analisis keunggulan lokal, sehingga terpilih beberapa konsep pada mata pelajaran yang relevan.
b. Menyempurnakan Silabus mata pelajaran pada konsep yang terpilih berdasarkan hasil identifikasi SK/KD yang dihubungkan dengan keunggulan lokal.
c. Menyempurnakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) setiap mata pelajaran pada SK/KD yang terpilih.
d. Membuat bahan ajar (modul,LKS dll) atau bahan ajar mata pelajaran yang mengintegrasikan PBKL dan berbasis ICT (information Communication Teknology).
e. Membuat bahan/perangkat ujian dari konsep yang telah terpilih pengintegrasian KBLK -nya.
Mata Pelajaran Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Kajian mata pelajaran muatan lokal dapat ditentukan oleh satuan pendidikan. Untuk itu terlebih dahulu harus disusun SK/KD, silabus dan Rencana Pembelajaran yang memungkinkan setiap satuan pendidikan dapat menyelenggarakan pembelajaran muatan lokal. Contoh : Muatan Lokal menenun / menganyam .
Kegiatan identifikasi ini dilakukan untuk mendata dan menelaah berbagai kondisi dan kebutuhan daerah. Data dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait seperti Pemerintah Daerah tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi, dan Dunia Usaha/Industri. Kondisi daerah dapat ditinjau dari potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam. Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain dari:
a. Rencana pembangunan daerah, termasuk prioritas pembangunan daerah, baik pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka panjang, maupun pembangunan berkelanjutan (sustainable development);
b. Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis-jenis kemampuan dan keterampilan yang diperlukan;
c. Aspirasi masyarakat mengenai konservasi alam dan pengembangan daerah.
Pengumpulan data untuk identifikasi kondisi dan kebutuhan daerah dapat dilakukan melalui wawancara atau pemberian kuesioner kepada responden. Data yang dikumpulkan oleh sekolah meliputi :
a. Kondisi sosial (hubungan kemasyarakatan antar-penduduk, kerukunan antarumat beragama, dsb.);
b. Kondisi ekonomi (mata pencaharian penduduk, rata-rata penghasilan, dsb.)
c. Aspek budaya (etika sopan santun, kesenian daerah, bahasa yang banyak digunakan, dsb.);
d. Kekayaan alam (pertambangan, perikanan, perkebunan, dsb.)
Makanan khas daerah (tempuyak.ikan asin air tawar,wadi dll);
e. Prioritas pembangunan daerah (pendidikan, kesehatan, pertanian, perkebunan, pengentasan kemiskinan, dsb.);
f. Kepedulian masyarakat akan konservasi dan pengembangan daerah;
g. Jenis-jenis kemampuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang kebutuhan daerah (sebagai kota jasa, kota perdagangan, dan kota pariwisata), seperti kemampuan berbahasa asing, keterampilan komputer, dll.
Kondisi satuan pendidikan baik negeri maupun swasta di berbagai daerah sangat bervariasi. Oleh karena itu, untuk menentukan program KBLK yang akan dilaksanakan, setiap satuan pendidikan harus melakukan identifikasi terhadap potensi masing-masing. Kegiatan ini dilakukan untuk mendata dan menganalisis daya dukung yang dimiliki. Kegiatan yang dilaksanakan adalah analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang ditekankan pada kebutuhan peserta didik yang harus memperhatikan:
a. Lingkungan, sarana dan prasarana,
b. Ketersediaan sumber dana,
c. Sumber daya manusia (pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik),
d. Dukungan Komite Sekolah dan masyarakat setempat,
e. Dukungan unsur lain seperti dunia usaha/industri,
f. Kemungkinan perkembangan sekolah.
Berdasarkan kajian beberapa sumber, maka dapat dipilih/ditentukan jenis program keunggulan lokal yang memungkinkan untuk dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan potensi pendidik dari satuan pendidikan. Penentuan jenis muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:
a. Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik (fisik, psikis, dan sosial);
b. Ketersediaan pendidik yang diperlukan;
c. Ketersediaan sarana dan prasarana;
d. Ketersediaan sumber dana;
e. Tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa;
f. Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan;
g. Diperlukan oleh lingkungan sekitar.
Berbagai jenis keunggulan Lokal yang dapat dikembangkan misalnya:
a. Kesenian daerah;
b. Tata busana, tata boga, perawatan tubuh, dan sejenisnya;
c. Kewirausahaan, industri kecil (penyiapan, produksi, dan pemasaran);
d. Pendayagunaan potensi hutan;
e. Lingkungan hidup (pengelolaan dan pelestarian);
f. Pembinaan karakter (etika dan pemberian layanan prima);
Pengembangan program KBLK di sekolah bukanlah pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu, satuan pendidikan harus mempersiapkan berbagai hal untuk memperlancar pengembangan keunggulan Lokal yang akan dilaksanakan pada satuan pendidikan masing-masing. Sekolah dan komite sekolah mempunyai wewenang penuh dalam menentukan program KBLK yang akan dilaksanakan. Tim pengembang kurikulum yang sudah dibentuk di setiap satuan pendidikan, bertanggung jawab dalam pengembangan KBLK.
Dalam hal ini, perlu dipertimbangkan pula masukan dari guru yang akan mengampu mata pelajaran Muatan Lokal, Keterampilan atau mata pelajaran lain yang relevan. Di samping itu, satuan pendidikan perlu menjalin kerjasama dengan unsur-unsur lain, seperti Tim Pengembang Kurikulum tingkat Provinsi/ Kabupaten, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Perguruan Tinggi, dan instansi/lembaga lain misalnya dunia usaha/industri, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dan Dinas lain yang terkait. Dalam kerjasama ini masing-masing unsur memiliki peran, tugas, dan tanggung jawab tertentu.
1. Peran, tugas, dan tanggung jawab tim pengembang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam pengembangan KBLK secara umum adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah;
Mengidentifikasi potensi sumber daya yang ada di satuan pendidikan;
b. Mengidentifikasi jenis keunggulan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik dan satuan pendidikan;
c. Menentukan jenis program KBLK yang akan dilaksanakan;
d. Menyusun SK, KD dan Silabus Muatan Lokal dan mata pelajaran Keterampilan apabila SK/KD yang ada tidak relevan.
2. Tim Pengembang Kurikulum tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi, dan LPMP adalah memberikan bimbingan teknis dalam:
a. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah;
b. Mengidentifikasi potensi sumber daya yang ada di satuan pendidikan;
c. Mengidentifikasi jenis program KBLK yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik dan satuan pendidikan;
d. Menentukan jenis dan prioritas program yang akan dilaksanakan;
e. Menyusun SK, KD, dan Silabus Muatan Lokal dan mata pelajaran keterampilan;
f. Memilih alternatif metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan jenis program;
g. Mengembangkan penilaian yang tepat untuk program KBLK yang dilaksanakan.
3. Peran pemerintah daerah tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota secara umum adalah:
a. Memberi informasi mengenai potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia di wilayah lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan, serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang dikaitkan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan;
b. Memberi gambaran mengenai kemampuan dan keterampilan yang diperlukan pada sektor-sektor tertentu;
c. Memberi sumbangan pemikiran, pertimbangan, dan bantuan dalam menentukan prioritas program KBLK sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat.
4. Peran instansi/lembaga lain seperti dunia usaha/industri, SMK, PLS, dan Dinas terkait secara umum adalah:
a. Memberi informasi mengenai kompetensi yang harus dikuasai peserta didik untuk KBLK yang diprogramkan;
b. Memberi masukan dan atau contoh SK, KD, dan silabus yang dapat diadaptasi untuk muatan lokal dan keterampilan di SMA;
c. Memberi fasilitas kepada peserta didik untuk berkunjung/belajar/praktik di tempat tersebut guna memantapkan kemampuan/keterampilan yang didapat dalam program KBLK.
d. Pelaksanaan Penilaian Program Pembelajaran KBLK disesuaikan dengan karakteristik pembelajaran pendidikan keunggulan lokal yang dilaksanakan sebagai berikut, apabila:
Pelaksanaan Penilaian Program Pembelajaran KBLK disesuaikan dengan karakteristik pembelajaran pendidikan keunggulan lokal yang dilaksanakan sebagai berikut, apabila:
a. Terintegrasi dalam mata pelajaran, maka penilaiannya menyatu dengan SK dan KD mata pelajaran yang terkait.
b. Menjadi mata pelajaran keterampilan, maka penilaiannya dilakukan secara mandiri sesuai dengan jenis program yang diselenggarakan.
c. Menjadi muatan lokal, maka penilaiannya dilakukan secara mandiri sesuai dengan jenis program yang diselenggarakan, sama halnya seperti pada mata pelajaran keterampilan.
Penilaian hasil belajar peserta didik harus mendorong peserta didik untuk belajar yang lebih baik. Prinsip penilaian yang digunakan adalah seperti berikut ini.
a. Sahih, yakni penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
b. Objektif, yakni penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
c. Adil, yakni penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
d. Terpadu, yakni penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen kegiatan pembelajaran.
e. Terbuka, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
f. Menyeluruh dan berkesinambungan, yakni penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
g. Sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.

DAFTAR PUSTAKA
Roger Crombie White, 1997. Pembaruan Kurikulum Sebuah Perayaan Praktik Ruang Kelas. Jakarta : PT. Grasindo.

Syaodih Nana,1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : PT. Rosadakarya.

Anonim, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Rusman, Dr., M.Pd, 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Dwigatama,Dedi.2007. http://dewanpendidikan.wordpress.com/2007/05/03/model-kurikulum-keunggulan-lokal/: diakses tanggal 21 Desember 2010

Santosa, Budi. 2009 . http://budies.wordpress.com/2009/11/13/bartim-canangkan-penggunaan-produk-pangan-lokal/ : diakses tanggal 22 Desember 2010

Santosa, Budi 2008. http://budies.wordpress.com/2008/05/27/muatan-lokal/ : diakses tanggal 22 Desember 2010

Santosa, Budi. 2007 . http://budies.wordpress.com/2007/07/29/mulok-nephentes/ : diakses tanggal 28 Desember 2010

Santosa,Budi.2007. http://budies.wordpress.com/2007/06/03/muatan-lokal-kualitas-internasional/ : diakses tanggal 1 Januari 2010
Sudrajad,Akhmad.2008.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/13/konsep-dasar-pendidikan-berbasis-keunggulan-lokal-pbkl/: diakses tanggal 24 Desember 2010

Wikipedia.2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_daya_manusia : diakses tanggal 19 September 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar