Sabtu, 26 Februari 2011

Kedudukan Kurikulum Muatan Lokal dalam Kurikulum Nasional

Oleh :

SYAMSIR, S.Pd


Kemajuan dan keberadaan martabat bangsa yang sangat dominan ditentukan sejauh mana peran pendidikan suatu bangsa itu. Bangsa Jepang, misalnya pada tahun 1945 dalam keadaan tidak berdaya karena hancurnya kota Nagasaki dan Horosima akibat serangan bom Amerika Serikat sebagai tindakan balasan karena Jepang sebelumnya menyerang pelabuhan Harbour, Amerika Serikat. Namun, dalam perkembangan yang spektakuler, Jepang saat ini menjadi salah satu negara superpower sebagai representative asia. Jika disimak lebih lanjur, kemajuan Negara ini dimulai sejak kehancuran pada tahun 1945, dengan mengontrasikan pada bidang pendidikan, sains, dan teknologi, Jepang banyak mengirimkan pelajarnya ke Barat dan menyerap teknologi Barat yang kemudian dimodifikasi di Jepang sehingga identitas bangsa ini tetap terjaga
Sama dengan Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki keanekaragaman multikultu merupakan ciri khas yang memperkaya nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, keanekaragaman tersebut harus selalu dilestarikan dan dikembangkan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui upaya pendidikan. Pengenalan keadaan lingkungan, sosial, dan budaya kepada peserta didik memungkinkan mereka untuk lebih mengakrabkan dengan lingkungannya. Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan diarahkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik.
Kebijakan yang berkaitan dengan dimasukkannya program muatan lokal dalam Standar Isi dilandasi kenyataan bahwa di Indonesia terdapat beranekaragam kebudayaan. Sekolah tempat program pendidikan dilaksanakan merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, program pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang kekhususan yang ada di lingkungannya. Standar Isi yang seluruhnya disusun secara terpusat tidak mungkin dapat mencakup muatan lokal tersebut sehingga perlulah disusun mata pelajaran yang berbasis pada muatan lokal
Dari apa yang tersurat sudah jelas ada kandungan lokal dalam muatan pembelajaran, tetapi bukan melokalisasi apalagi mengarah ke disintegrasi. Rasa kecintaan terhadap lokal harus ditanamkan pada anak-anak usia sekolah hingga pejabat lokal agar secara nasional punya kekuatan yang mandiri dan berdikari.
Sekolah adalah wahana untuk proses pendidikan secara formal. Sekolah adalah bagian dari masyarakat karena itu sekolah harus dapat mengupayakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekitar sekolah ataupun daerah dimana sekolah itu berada. Untuk merealisasikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada peserta didik tentang apa yang menjadi karekteristik lingkungan di daerahnya, baik yang berkaitan dengan kondisi alam, sosial, budaya maupun menjadi kebutuhan daerah.
Berdasarkan kenyataan ini, diperlukan pengembangan program pendidikan yang sesuai dengan potensi daerah, minat, dan kebutuhan peserta didik dan kebutuhan daerah. Hal ini berarti, sekolah harus mengembangkan suatu program pendidikan yang berorientasi pada lingkungan sekitar dan potensi daerah atau muatan lokal. Dengan demukian, anak didik diharapkan memiliki perasaan cinta terhadap lingkungan dan mempunyai pemahaman dan pemiliharaan moral akan keterampilan dasar yang selanjutnya dapat dikembangkan lebih jauh lagi.
A. Pengertian Muatan Lokal
Pelakasanaan kurikulum yang disempurnakan haruslah berorientasi lingkungan, yaitu dengan cara melaksanakan program muatan lokal. Muatan lokal adalah program pendidikan yang isi media penyimpanannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, serta lingkungan budaya dan kebutuhan daerah, sedangkan anak didik di daerah itu itu wajib mempelajarinya. Dengan demikian, kita harus benar-benar memperhatikan karakteristik lingkungan daerah dan juga kebutuhan daerah tersebut dalam proses perencanaan kurikulum.
Lingkungan alam adalah lingkungan alamiah yang ada di sekitar kehidupan kita, berupa benda-benda mati yang terbagi dalam empat kelompok lingkungan, yaitu: (1) pantai, (2) dataran rendah termasuk didalamnya daerah aliran sungai, (3) dataran tinggi, dan (4) pegunungan atau gunung.Dengan kata lain, lingkungan alam adalah lingkungan hidup dan tidak hidup tempat makhluk hidup tinggal dan membentuk ekosistem. Sedangkan lingkungan sosial adalah lingkungan dimana terjadi interaksi orang peorang dengan kelompok sosial atau sebaliknya, dan antara kelompok sosial dan kelompok lain. Pendidikan sebagai lembaga sosial dalam system sosial dilaksanakan di sekolah, keluarga, dan masyarakat, itu perlu dikembangkan di daerah masing-masing. Penjelasan PP No.28/1990 menunjukan perlunya perencanaan kurikulim lokal yang bermuara pada hal yang bekaitan dengan tujuan pendidikan nasional dan pembangunan bangsa.
Selanjutnya,lingkungan budaya adalah daerah dalam pola dalam pola kehidupan masyarakat yang berbentuk bahasa daerah, serta tatacara dan tatakrama khas daerah. Lingkungan sosial dalam pola kehidupan daerah berbentuk lembaga-lembaga masyarakat dengan peratutan-peraturan yang ada berlaku didaerah itu dimana sekolah dan peserta didik berada.
Sebagai contoh,lembaga-lembaga yang ada dimasyarakat adalah Kelurahan, RT, RW, LKMD, KUD, Puskesmas, Posyandu, Majelis Taklim, dan remaja masjid, serta peraturan-peraturan yang berlaku, misalnya tata cara dalam pelaporan tamu pada kelurahan, Peraturan kependudukan, dan tata cara mengajukan permohonan untuk kunjungan.
B. Tujuan Pelaksanaan Program Muatan Lokal
Muatan lokal diberikan dalam rangka pengenalan pemahaman dan pewarisan nilai karakteristik daerah kepada peserta didik. Rapat Kerja Nasional tentang pendidikan telah menggariskan secara kurikuler bahwa program muatan lokal dimasukkan dalam kurikulum. Alokasi waktu untuk melaksanakan program muatan lokal maksimal sebanyak 20% dari keseluruhan program kurikulum yang berlaku.
Pemberian alokasi waktu yang maksimal 20% ini penting karena kita harus memelihara hubungan akrab antara peserta didik dengan lingkungannya, serta adanya usaha pewarisan dan pemeliharaan sifat khusus berupa diselenggarakannya pendidikan yang dapat mengenalkan dan menemukan sedini mungkin maksud tersebut. Oleh karena itu, kurikulum sekolah harus diorientasikan kepada lingkungan daerah setempat. Dengan kata lain, sekolah harus dapat memanfaatkan lingkungan sekitarnya sebagai sumber belajar.
Pemanfaatan lingkungan alam,sosial,dan budaya suatu daerah sebagai sumber belajar atau sebagai bahan pengajaran mempermudah peserta didik dalam memahaminya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ausuebel (1969) bahwa penyampaian bahan kepada siswa harus diawali dengan pengenalan tentang apa yang ada disekitarnya. Jadi, peserta didik akan memiliki pemahaman dan juga wawasan yang mantap tentang lingkungan sekitar/daerahnya. Bagaimanapun, bukan berarti hal ini akan membatasi upaya peserta didik untuk menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pelaksanaan muatan lokal selain dimaksudkan untuk mempertahankan kelestarian, juga untuk melakukan usaha pembaruan atau modernisasi. Selain itu, pelaksanaan muatan lokal juga bermaksud untuk mengembangkan sumber daya manusia yang ada di daerah itu sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan daerah, sekaligus mencegah terjadinya depopulasi daerah itu dari tenaga produktif.
Secara ringkas,dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program muatan lokal bertujuan :
a. Tujuan langsung
1. bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh murid;
2. sumber belajar didaerah, dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan;
3. murid dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan disekitarnya;
4. murid lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya yang terdapat didaerahnya.
b. tujuan tak langsung
1. murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai daerahnya;
2. murid diharapkan dapat menolong orang tuanya dan menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya;
3. murid menjadi akrab dengan lingkungan sendiri.
Dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar, besar kemungkinan murid dapat mengamati dan melakukan percobaan kegiatan belajar sendiri. Belajar mencari, mengolah, menemukan informasi sendiri, dan menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang ada dilingkungannya merupakan pola dasar dari belajar. Belajar tentang lingkungan mempunyai daya tarik tersendiri bagi seorang anak. Jean Piaget (1958) mengatakan bahwa makin banyak seorang anak melihat dan mendengar, makin ingin ia melihat dan mendengar.
Lingkungan secara keseluruhan mempunyai pengaruh terhadap cara belajar seseorang.menegaskan bahwa lingkungan zsebagai kondisi,daya,dan dorongan eksternal dapat memberikan suatu situasi kerja disekitar murid.Karena itu,lingkungan secara keseluruhan dapat berfungsi sebagai daya untuk membentuk dan memberi kekuatan atau dorongan eksternal untuk belajar pada seseorang.
Namun demikian, aplikasi program muatan lokal tersebut dapat tecapai dengan baik jika pendidik dan kepala sekolah dapat mengembangkannya sesuai dengan asas-asas pengembangan kurikulum yang berlaku dan dapat mengikutsertakan masyarakat sekitar dalam pelaksanaan program tersebut.Pelaksanaan muatan lokal disekolah ini tidak akan dapat berjalan lancar dan mendapatkan hasil optimal kalau tidak didukung oleh semua pihak yang ikut bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan ,karena dalam pelaksanaan muatan lokal ada beberapa hal yang tidak mungkin dapat dilaksanakan sendiri oleh pihak disekolah,misalnya sarana-prasarana,narasumber,dan juga biaya. Keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaannya sangatlah diharapkan. Dengan kata lain, sekolah harus dapat memanfaatkan lingkungan sekitarnya sebagai sumber belajar.

C. Kedudukan Muatan Lokal dalam Kurikulum Nasional
Sebagaimana dijelaskan diatas, pendidikan harus berorientasi kepada lingkungan atau daerah, yaitu dengan cara melaksanakan program muatan lokal. Muatan lokal adadalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam,sosial budaya, dan wajib dipelajari peserta didik didaerah itu. Dengan demikian,kedudukan muatan lokal dalam kurikulum bukanlah mata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi mata pelajaran terpadu, yaitu menjadi bagian mata pelajaran yang sudah ada. Oleh karena itu, muatan lokal tidak mempunyai alokasi waktu sendiri.
Muatan lokal diberikan secara terpadu dengan muatan inti atau nasional. Dalam mata pelajaran tertentu, seperti kesenian pendidikan olahraga dan kesehartan, serta pendidikan keterampilan,muatan lokal dapat diberikan sebagai bagian dari matapelajaran itu dengan menggunakan waktu yang telah disediakan bagi mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian,muatan lokal dipakai untuk menerjemahkan pokok bahasa atau subpokok bahasan dalam GBPP agar lebih relevan dengan minat belajar dan lebih efektif dalam mencapai tujuan nasional.
Dalam kaitannya dengan komponem kurikulum, muatan lokal juga berposisi sebagai komponem kurikulum. Muatan lokal adalah bahan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar yang dianggap penting oleh pendidik atau masyarakat sekitar untuk dipelajari oleh anak didik sebagai komponem kurikulum. Muatan lokal merupakan media penyampaian bahan muatan lockal, itulah sebabnya, kedudukan muatan lokal dalam kurikulum berupa materi dan media penyampaiannya.
Muatan lokal dalam kurikulum dapat menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri atau menjadi bahan kajian suatu matapelajaran yang ada sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, muatan lokal mempunyai alokasi waktu tersendiri. Tetapi, sebagai bahan kajian mata pelajaran, muatan lokal bisa sebagai tambahan bahan kajian yang telah ada. Karena itu, muatan lokal bisa mempunyai alokasi waktu sendiri dan bisa juga tidak. Muatan lokal sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri tentu dapat diberikan alokasi jam pelajarannya. Misalnya, mata pelajaran bahasa daerah, pendidikan kesenian, dan pendidikan keterampilan. Demikian pula, muatan lokal sebagai kajian tambahan dari bahan kajian yang telah ada atau sebagai satu pokok bahasan atau lebih yang dapat diberikan alokasi waktunya. Tetapi, muatan lokal sebagai bahan kajian yang merupakan penjabaran yang lebih mendalam dari pokok bahasan atau subpokok bahasan yang telah ada, sukar untuk diberikan alokasi jam pelajaran tersendiri. Bahkan muatan lokal berupa disiplin di sekolah, sopan santun berbuat, berbicara, kebersihan serta keindahan sangat sukar, bahkan tidak mungkin diberikan alokasi waktu.










Kurikulum Nasional
Kurikulum Nasional

Kurikulum nasional




D. Fungsi Muatan Lokal dalam Kurikulum Nasional
Sebagai komponen kurikulum, muatan lokal dalam kurikulum secara keseluruhan memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi penyusuaian
Dalam masyarakat, sekolah merupakan komponen sebab sekolah berada dalam lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, program sekolah harus disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan daerah masyarakat. Demikian juga peribadi-peribadi yang ada dalam sekolah yang hidup dalam lingkungan masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar setiap peribadi dapat menyesuaikan diri dan dan akrab debgan daerah lingkungannya.
2. Fungsi integrasi
Peserta didik adalah bagian integral dari masyarakat sehingga muatan lokal merupakan program pendidikan yang berfungsi untuk mendidik, membentuk, dan mengintegrasikan pribadi peserta pendidik dengan masyarakat.
3. Fungsi perbedaan
Peserta didik yang satu dengan yang lain berbeda. Pengakuan atas perbedaan berarti memberi kesempatan bagi setiap pribadi untuk memilih apa yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya. Muatan lokal adalah suatu program pendidikan yang luwes, yaitu program yang pengembangannya disesuaikan dengan dengan minat, bakat, kemampuan, dan kebutuhan peserta didik, lingkungan, dan daerahnya. Hal ini bukan berarti muatan lokal akan mendidik setiap pribadi yang individualistik, akan tetapi muatan lokal harus dapat berfungsi untuk mendorong dan membentuk peserta didik ke arah kemajuan sosialnya dalam masyarakat.
E. Muatan lokal dalam kegiatan kurikuler
Pada dasarnya pembuatan satuan pelajaran untuk pengajaran dengan bahan muatan lokal itu sama dengan pembuatan saatuan pembelajaran untuk bidang studi lainnya sehingga guru seharusnya tidak mengalami kesulitan dalam membuat satuan pelajaran (SP). Apabila bahan muatan lokal itu di sajikan secara intrakurikuler, dalam membuat satuan pelajaran, pendidik bisa melakukannya seperti halnya membuat satuan pelajaran untuk bidang studi lainnya yang ditetapkan dalam struktur kurikulum sekolah
Kegiatan kurikuler dalam pendidikan kita adalah kegiatan intrakurikuler, kokurekuler, dan ekstrakurikuler. Ketiga kegiatan kurikuler ini merupakan kegiatan belajar mengajar dalam kurikuler sekolah dasar. Di atas telah dikatakan bahwa muatan lokal bukan merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri tetapi merupakan bahan pengajaran terpadu dan merupakan bagian dari mata pelajaran yang sudah ada. Dengan demikian, diperlukan peluang kurikuler dalam penyampaian muatan lokal sebagai penopang pencapaian muatan nasional dalam kurikulum sekolah dasar.
Seperti yang telah diterangkan di atas, alokasi waktu untuk muatan lokal adalah maksimal 20% dari seluruh program kurikuler yang berlaku. Dengan ketentuan tersebut, guru dituntut untuk mengembangkan program muatan lokal sesuai dengan proporsinya tanpa mengurangi porsi kurikulum yang pokok. Dakir mengemukakan bahwa presentasi untuk kegiatan muatan lokal mungkin akan ada perbedaan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya sesuai dengan kondisi setempat. Oleh sebab itu, para guru tidak mengada-ada di dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi persentase muatan lokal yang sudah di tentukan (hamalik, 1994: 150).
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa dalam mengembangkan dan melaksanakan muatan lokal dalam kegiatan kurikuler, sekolah perlu memperhatikan :mjenis muatan lokal dan matapelajaran yang ada. misalnya, jenis muatan lokal Bahasa Daerah, keterampilan, atau kerajinan, memerlukan cara pengembangan dan pelaksanaan yang berbeda. Dalam hal ini, Soewandi (dalam Idi) menggariskan bahwa dalam pengembangan kurikulum muatan lokal dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu:
1. Dengan sudah adanya alokasi waktu dalam sebuah struktur program, misalnya, bidang Studi Bahasa Daerah, maka guru tidak perlu mengatur waktu lagi karena sudah di atur dalam kurikulum yang berlaku.
2. Jika tidak ada ketentuan waktunya, dapat ditemouh dengan dua cara, yaitu: di integrasikan dengan kegiatan intrtakurikuler dan disediakan waktu dalam kegiatan kurikuler atau ekstrakurikler.
F. Pengembangan muatan Lokal pada Sekolah
Mengenai pengembangan muatan lokal yang bertitik tolak pada lingkungan kehidupan, seorang pendidik harus mengetahui terlebih dahulu secara terperinci dan jelas bentuk pola kehidupan yang ada. Untuk memperoleh informasi yang akurat dan benar pola kehidupan yang ada, kerja sama antara pendidik, kepala sekolah, dan tokoh masyarakat sangat diperlukan. Informasi yang diperoleh perlu dijelaskan spesifik mungkin untuk dijadikan pedoman dalam menyelesaiakan bahan muatan lokal.
Acuan atau pedoman bahan muatan lokal sangat berguana untuk melaksanakan pemerincian bahan kajian muatan lokal secara lebih sistematis, berurutan, baik yang berhubungan dengan adat kebiasaan, tradisi, keagamaan , tatakrama pergaulan, maupun upacara-upacara adat/keagamaan yang terdapat dalam masyarakat. Bahan itu dapat diseleksi bahan yang akan dikembangkan sebagai isi muatan lokal yang dihubungkan dengan kurikulum (BDPP) yang berlaku.
Berikut contoh pedoman atau acuan pemerincian bahan pelajaran yang diperlukan dalam memerinci pola kehidupan persawahan:
1. Persiapan atau Perencanaan
Dalam acuan ini, pemerincian pola kehidupan mencakup segala kegiatan yang dilakukan, tatacara, tatakrama, dan upacara-upacara yang berlaku sebelum memulai suatu kegiatan, seperti menanam padi atau turun ke sawah. Misalnya, sebelum masyarakat mengerjakan sawah, di mulai dengan bersih desa, sedekah bumi (selamatan) atau membaca tahlil, yasinan, dan lain-lain.
Begitu juga dengan perikanan air tawar, yang di mulai dengan studi peninjauan terhadap kolam ikan yang sudah produktif, menyusun rencana atau bentuk kolam yang akan di buat, analisis ekonomi mengenai untung ruginya, berbagai halangan atau penyakit yang akan muncul, dan lain-lain. Dengan kata lain, dalam acuan mesti memerinci semua kegiatan yang akan dilakuakan sebelum sampai kepada pelaksanaan kejadian, kegiatan intinya, misalnya bertanam dan beternak ikan.
2. Pelaksanaan (kejadian)
Acuan ini pemerincian pola kehidupan meliputi semua informasi tentang kegiatan yang merupakan kelanjutan dari perencanaan, persiapan, atau kejadian dalamupaya memperoleh hasil. Umpamanya, jika bahan kegiatannya bercocok tanam di sawah, berarti pelaksanaanya mulai dari mempersiapkan benih untuk disemai, membuat lahan persemaian, merendam gabah/benih, sampai menaburkannya dilahan pembenihan, kemudian diteruskan dengan penanaman, pemeliharaan, pemupukan, penyemprotan hama, dan seterusnya. Bila isi kegiatannya beternak ikan mas, tahap pelaksanaannya mencakup penyemaian bibit ikan, pemilihan bibit ikan yang baik, pembesaran, serta semua upacar-upacara yang di laksanakan sebagai gambaran nilai-nilai yang dianut di masyarakat.

3. Hasil
Pemerincian ini mencakup semua informasi tentang hasil yang peroleh dari pelaksanaan isi atau bahan muatan lokal. Misalnya, isi muatan lokal mengenai pembudidayaan ikan mas, anak didik perlu menguasai beragam cara pengembangan budidaya ikan mas serta berbagai nialai ekonomi, social dan budaya yang terdapat di dalamnya. Sama halmnya jika isi muatan lokal yang dikembangkan merupakan kegiatan keagamaan, maka anak didik memperoleh informasi dan menguasai berbagai kegiatan keagamaan melalui beragam tatacara ritual dan seremonial dengan niali-nilai yang terkandung didalamnya.
4. Pascahasil
Pemerincian ini meliputi semua informasi tentang kegiatan pengolahan hasil muatan lokal. Misalnya, hasil muatan lokal pertanian, maka kegiatan pasca hasilnya adalah penyimpanan, pengemasan transportasi, pemasaran, dan lain-lain. Isi muatan yang lain juga akan mendapatkan pemerincian informasi yang berbeda sesuai dengan isi muatan itu. Namun pada prinsipnya, acuannya adalah membuat acuan tentang persiapan/perencanaan, hasil dan pasca hasil. Kemudian dampaknya terhadap pola kehidupan masyarakat.
5. Kehidupan Keluarga Petani
Pemerincian pola kehidupan petani mencakup semua informasi tentang perencanaan, pelaksanaan, hasil, dan pasca hasil, serta semua tradisi dan niali-nilai yang mendasari semua kegiatan dan tradisi itu. Misalnya, dampak positif atas suksesnya peternakan ikan mas, antara lain pendapatan petani meningkat, kegiatan KUD meningkat, petani ikan mengenal bank, tabungan masyarakat meningkat, dan lain-lain. Keberhasilan mengindentifikasi pertanian juga berdamapak budaya, misalnya terbiasanya petani menggunakan pupuk, obat-obatan, dan teknik-teknik pertanian lainnya. Mereka juga sudah membiasakan diri terhadap koperasi dan bank. Taraf hidup mereka meningkat, dan dampak keagamaannya pun terasa sehingga mereka mulai membayar zakat, naik haji, meningkatkan upacara selamatan dan doa-doa, dan lain-lain.
Adanya pemerincian dan penguraian atas semua informasi tentan g pola kehidupan merupakan bahan kajian yang lengkap, tetapi belum dapat di lihat antara satu konsep dengan konsep lainnya. Sesuai dengan landasan teoretik dari muatan lokal yang mengungkapkan bahwa suatu kegiatan belajar akan bermakna jika anak didik dapat mengetahui hubungan konsep yang satu dengan yang lainnya, maka bahan kajian yang lengkap merupakan sumber informasi dalam membuat jaringan pada gagasan pokok pada suatu muatan lokal.

DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktif. Jogjakarta : Ar-ruzz Media.
Hasan, S. Hamid. 2008. Evaluasi Kurikulum. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sanjaya, wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Wardihan, dkk. 2008. Telaah Kurikulum Bahasa Indonesia. Makassar : Univeritas Negeri Makassar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar