Sabtu, 26 Februari 2011

Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa

Oleh :

RINI SOVYA, S.Pd


KARAKTER BANGSA
A. Pengertian Pendidikan Karakter Bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa.
Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian pendidikan dan karakter bangsa. Pengertian yang dikemukakan di sini dikemukakan secara teknis dan digunakan dalam mengembangkan pedoman ini. Guru-guru Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yang istilah-istilah itu menjadi pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, tetap memiliki kebebasan sepenuhnya membahas dan berargumentasi mengenai istilah-istilah tersebut secara akademik.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, pendidikan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.

B. Landasan Pedagogis Pendidikan Karakter Bangsa
Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan prestasi itu merupakan kebanggaan bangsa dan menjadikan bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, serta mengembangkan prestasi baru yang menjadi karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan karakter bangsa merupakan salah satu inti dari suatu proses pendidikan.
Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter itu menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni, serta ketrampilan). Dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa, kesadaran akan siapa dirinya dan bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut hanya dapat terbangun dengan baik melalui sejarah yang memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai siapa diri bangsanya di masa lalu yang menghasilkan dirinya dan bangsanya di masa kini. Selain itu, pendidikan harus membangun pula kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan nilai berkenaan dengan lingkungan tempat diri dan bangsanya hidup (geografi), nilai yang hidup di masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya, perlu ada upaya terobosan kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yang menjadi dasar bagi pendidikan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang demikian, nilai dan karakter yang dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak nyata dalam kehidupan diri, masyarakat, bangsa, dan bahkan umat manusia.

C. Fungsi Pendidikan Karakter Bangsa
1. Pengembangan : pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan karakter bangsa;
2. Perbaikan : memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat;
3. penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

D. Tujuan Pendidikan Karakter Bangsa
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa.
2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

E. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini.
1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA MELALUI INTEGRASI MATA PELAJARAN, PENGEMBANGAN DIRI, DAN BUDAYA SEKOLAH

A. Prinsip dan Pendekatan Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa
Pada prinsipnya, pengembangan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa.
1. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
3. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya, nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan.
Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa. Juga, guru tidak harus mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna nilai itu.
4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa guru mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.

B. Perencanaan Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter bangsa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut ini.
1. Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembngan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal berikut.

a. Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah bersama atau shalat bersama setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman.
b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik itu. Contoh kegiatan itu: membuang sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.
Kegiatan spontan berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik dan yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji.
c. Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter bangsa maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.
d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar ditempatkan teratur.
2. Pengintegrasian dalam mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan karakater bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
a. mengkaji Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya.
b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;
c. mencantumkankan nilai-nilai karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus;
d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP;
e. mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai;
f. Memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.
3. Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antaranggota kelompok masyarakat sekolah. Interaksi internal kelompok dan antarkelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah.
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan karakter bangsa dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.

C. Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak; dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu.
2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga administrasi di sekolah itu, direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah adalah lomba vocal group antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema karakter bangsa, pagelaran bertema karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik bertema karakter bangsa, pameran foto hasil karya peserta didik bertema karakter bangsa, lomba membuat tulisan, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan karakter bangsa, mengundang berbagai narasumber untuk berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang berhubungan dengan karakter bangsa.
3. Luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu).

D. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian pencapaian pendidikan nilai karakter didasarkan pada indikator. Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka guru mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.
Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah. Model anecdotal record (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan guru. Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan bantuan terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya.
Dari hasil pengamatan, catatan anekdotal, tugas, laporan, dan sebagainya, guru dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan tentang pencapaian suatu indikator atau bahkan suatu nilai. Kesimpulan atau pertimbangan itu dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut ini.
BT : Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator).
MT : Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).
MB : Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten).
MK : Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten).

E. Indikator Sekolah dan Kelas
Ada 2 (dua) jenis indikator yang dikembangkan dalam pedoman ini. Pertama, indikator untuk sekolah dan kelas. Kedua, indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan karakter bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sekolah sehari-hari (rutin). Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu.
Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika seorang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan pertanyaan guru, serta tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah.
Perilaku yang dikembangkan dalam indikator pendidikan karakter bangsa bersifat progresif. Artinya, perilaku tersebut berkembang semakin kompleks antara satu jenjang kelas ke jenjang kelas di atasnya ( 1-3; 4-6; 7-9; 10-12), dan bahkan dalam jenjang kelas yang sama. Guru memiliki kebebasan dalam menentukan berapa lama suatu perilaku harus dikembangkan sebelum ditingkatkan ke perilaku yang lebih kompleks. Misalkan,”membagi makanan kepada teman” sebagai indikator kepedulian sosial pada jenjang kelas 1 – 3. Guru dapat mengembangkannya menjadi “membagi makanan”, membagi pensil, membagi buku, dan sebagainya.
Indikator berfungsi bagi guru sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan tentang perilaku untuk nilai tertentu telah menjadi perilaku yang dimiliki peserta didik.

INTEGRASI NILAI-NILAI KARAKTER BANGSA KE DALAM DOKUMEN KTSP
Sebagaimana dijelaskan pada bagian II, prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa adalah (1) berkelanjutan, (2) melalui semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah, (3) nilai-nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan, dan (4) dilaksanakan melalui proses belajar aktif. Pengembangan nilai-nilai karakter bangsa dilakukan dalam berbagai kegiatan belajar di kelas, sekolah, dan luar sekolah melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain. Penerapannya dapat dilakukan dengan berbagai strategi pengintegrasian dalam program-program sekolah melalui kegiatan rutin, spontan, keteladanan, dan pengkondisian. Sekolah yang menjalankan program pengembangan karakter bangsa ditandai dengan sejumlah indikator sekolah dan kelas seperti yang tercantum dalam bagian II. Pelaksanaaan program pengembangan karakter bangsa ini dinilai secara terus menerus dan berkesinambungan. Penilaian ini dilakukan oleh pihak ekternal (dinas pendidikan) dan internal (kepala sekolah dan guru).
Hal-hal sebagaimana yang telah diuraikan harus tercermin jelas dalam dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada satuan-satuan pendidikan. Dalam satu sekolah hanya ada satu KTSP. Oleh karena itu, contoh berikut ini bukanlah dokumen KTSP yang akan dipersandingkan dengan dokumen KTSP yang sudah ada atau sedang berjalan. Contoh dokumen KTSP yang mengembangkan pendidikan karakter berikut merupakan masukan untuk diadaptasi dengan dokumen KTSP yang sedang berlaku di sekolah. Dokumen KTSP yang dipaparkan ini bukan mengambil contoh dari salah satu sekolah yang nyata. Oleh karenanya tidak menyertakan analisis konteks dari keadaan sekolah tertentu. Ini semata-mata contoh yang dalam penerapannya di lapangan harus diadakan adaptasi (bukan adopsi) sesuai dengan konteks sekolah yang bersangkutan.


DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas.2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal pendidikan Dasar dan Menengah.

Depdiknas.2002. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.Jakarta. Depdiknas

Disdik Jawa Barat, Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup. Tersediadi www.diknas-jabar.go.id/kebijakan/bbe2.hmtl

Mulyasa,E.2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Rusman.2006. Pendekatan dan Model Pembelajaran. Universitas Pendidikan Indonesia.Modul

_______.2009. Manajemen Kurikulum.Jakarta: Rajawali Pers, 2009
Tim Pengembangan MKDK.2006. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dab Teknologi Pendidikan FIP UPI

Tim Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakteristik Bangsa. Jakarta
________.2010. Pendidikan Karakter Bangsa,Strategi dan Implikasinya di Sekolah Dasar. Jakarta

Read More......

Fungsi Kurikulum dalam Pembelajaran Yang Efektif

Oleh :

RISNA, S.Pd



A. PENDAHULUAN
Kurikulum adalah Perangkat yang vital (pokok) dalam suatu proses belajar mengajar dalam sistem pendidikan. Perkembangan prestasi belajar siswa atau peserta didik secara khusus pada lembaga pendidikan maupun pelaksanaan pendidikan secara nasional sangat dipengaruhi oleh aspek kurikulum. Menurut Rusman (2009 : 1) Secara khusus kurikulum merupakan suatu sistem program pembelajaran untuk mencapai tujuan institusional pada suatu lembaga pendidikan sehingga kurikuum memegang peranan dalam mewujudkan sekolah yang bermutu/berkualitas.
Tantangan pengembangan kurikulum sebagai perangkat strategis dalam pencapaian tujuan pendidikan saat ini semakin kompleks. Mulai dari perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi iptek (sosioIogis (aspek-aspek kemasayarakatan), perubahan kebijakan (politik) adalah masalah-masalah yang harus dijawab dan dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Setiap kurikulum yang akan diberlakukan sebaiknya disusun dengan perencanaan yang baik dan mempertimbangkan berbagai aspek sebelum diundangkan. Penyusunan perencanaan kurikulum harus mengacu pada penerapan prinsip-prinsip dan fungsi-fungsi kunikulum. Penerapan prinsip dan fungsi kurikulum pada lembagalembaga pendidikan sebaiknya memberi ruang yang seluas-Iuasnya kepada berbagai pihak pengelola, pelaksana dan subyek didik dalam penyusunannya.
Namun, pada beberapa lembaga pendidikan yang ada, konsistensi penerapan prinsip dan fungsi kurikulum ini masih mengalami beberapa kendala, salah satunya pada prinsip bagaimana pengelolaan kurikulum harus menguatkan pencapaian visi, misi, dan tujuan kurikulum. Masalah yang lain adalah belum maksimalnya fungsi pelibatan masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Keterlibatan masyarakat pada dasarnya diharapkan untuk memberikan saran, pertimbangan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nilai-nilai dan kondisi masyarakat lokal di mana kurikulum itu akan diberlakukan.
Fakta penerapan kurikulum yang tidak konsisten pada prinsip-prinsip perencanaan kurikulum pernah penulis saksikan di suatu daerah kepulauan di Sulawesi Selatan. Pemerintah daerah bersama pengelola dalam hal ini kepala sekolah dan pelaksana/guru menerapkan mata pelajaran “Muatan Lokal” yang mana isi atau materi pelajarannya tidak mengacu pada kondisi sosial budaya masyarakatnya atau tidak mencerminkan sistem kehidupan masyarakat nelayan. Buku acuan yang dipakai dalam mata pelajaran muatan lokal justru berisi materi tentang bercocok tanam (bertani) yang baik. Sistem sosial dan budaya pada kedua kelompok masyarakat tersebut mempunyai perbedaan ldealnya materi yang dicantumkan dalam pelajaran tersebut disesuaikan dengan kondisi lokal mengambarkan tentang apa dan bagaimana mengelola laut. Misalnya, keanekaragaman hayati laut serta bagaimana cara menjaga keberlangsungan/kelestarian alam laut. Seharusnya para pihak yang terkait langsung dengan persoalan tersebut melakukan pengkajian serta monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum khususnya kurikulum bersifat lokal. Selain itu, masalah ini bisa terjadi karena ada upaya penyeragaman sumber belajar dan materi pelajaran oleh pihak yang berkepentingan. “Bercocok tanam di atas laut” demikian hal ini, adalah masalah yang sebaiknya dicarikan solusi yang arif oleh setiap pihak yang berkepentingan demi tercapainya cita-cita pendidikan yang dapat melahirkan generasi yang cerdas, mandiri dan peka terhadap sekitarnya.
Penerapan kurikulum pada lembaga pendidikan dapat terlaksana sesual dengan hal-hal yang dibahas sebelumnya, apabila memperhatikan prinsip dan fungsi-fungsi kurikulum. Di dalam makalah ini penulis akan membatasi pembahasan dalam ruang Iingkup penerapan prinsip serta fungsi manajemen kurikulum pada lembaga-lembaga pendidikan.


B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimanakah fungsi kurikulum dalam perencanaan pembelajaran yang efektif?
b. Bagaimanakah keterkaitan fungsi kurikulum, dalam perencanaan pembelajaran yang efektif?

C. TUJUAN PENULISAN
a. Untuk memahami fungsi kurikulum dalam perencanaan pembelajaran yang efektif?
b. Untuk mengetahui keterkaitan fungsi kurikulum, dalam perencanaan pembelajaran yang efektif?

D. KAJIAN PUSTAKA
1. Prinsip-prinsip Manajemen Kurikulum
Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka terlebih dahulu kita harus memahami prinsip dan fungsi pengelolaan kurikulum. Menurut Rusman (2009 : 4), ada lima prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pengelolaan kurikulum, yaitu sebagai berikut :
a. Produktivitas, yang akan akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum merupakan aspek yang harus dipertimbangkan dalam manajemen kurikulum. Pertimbangan bagaimana agar basil belajar dapat sesuai dengan tujuan kurikulum harus menjadi sasaran dalam manajemen kurikulum.
b. Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus berdasarkan demokrasi yang menempatkan pengelola, pelaksana dan subyek didik pada posisi yang seharusnya dalam melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab untuk mencapai tujuan kurikulum.
c. Kooperatif, untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam pelaksanaan manajemen kurikulum perlu adanya kerjasama positif dan berbagai pihak terlibat.
d. Efektivltas, dan efisien rangkaian kegelatan manajemen kurikulum harus mempertimbangkan dua hal, yaltu efektifitas dan efesiensi untuk mencapai tujuan kurikulum sehingga kegiatan manajemen kurikulum tersebut memberikan hasil yang berguna dengan biaya, tenaga dan waktu yang relatif singkat.
e. Mengarahkan visi, misi dan tujuan, yang ditetapkan dalam kurikulum, proses manajemen kurikulum harus dapat memperkuat dan mengarahkan vlsi, misi dan tujuan kurikulum.

2. Fungsi Kurikulum
Selain prinsip-prinsip manajemen kurikulum, Rusman (2009 : 17-20) mengemukakan beberapa fungsi manajemen kurikulum, yaitu :
1. Mengelola perencanaan kurikulum, artinya pihak daerah maupun sekolah berfiungsi mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, kemapuan dan kondisi daerah yang mengacu pada Kurikulum Standar bersifat nasional yang telah dirumuskan oleh pemerintah pusat. Untuk itu dalam perencanaan kurikulum perlu dikembangkan secara spesifik, efektif, efisien, relevan dan komperehensip.
2. Mengelola Implementasi Kurikulum
Implementasi kurikulum sebenarnya bentuk aktualisasi dan kurikulum yang telah direncanakan. Bentuk implementasi kurikulum adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru bersama siswa untuk mencapai tujuan kurikulum yang telah ditetapkan. Muara keberhasilan kurikulum secara actual akan ditentukan oleh implementasi kurikulum di lapangan melalui pembelajaran. Sering terjadi implementasi atau pelaksanaan kurikulum (pembelajaran) tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan dalam kurikulum, sehingga mengakibatkan ketidaktercapaian tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan.
Hal ini sejalan dengan pilar-pilar pendidikan yang dikemukakan UNESCO (dalam Rusman, 2009 18), belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajor menjodi din sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together). Oleh karena itu, implementasi kurikulum harus dikelola secara professional, efektif dan efisien yang mengacu kepada empat pilar tersebut di atas serta konsisten dengan perencanaan kurikulum yang telah dikembangkan, sehingga ranah koignitif, adektif dan psikomotoriknya yang tertuang dalam indikatot (tujuan) dapat terwujud melalui palaksanaan kurikulum tersebut.
3. Mengelola Pelaksanaan Evakuasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum secara legal formal tertuang dalam pasal 57 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan dasar bagi pelaksanaan evaluasi kurikulum. Isi pasal 57 ayat (1) adalah “evaluasi dilaksanakan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pada ayat (2) berbunyi “evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga dan program pendidikan pada jalu formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan dan jenis pendidikan.
Kegiatan evaluasi harus dilakukan secara sistemik, sistematis dan komprehensif yang mengacu pada visi, misi dan tujuan kurikulum. Pengendalian mutu (quality control) hasil pelaksanaan kurikulum dapat ditentukan oleh kegiatan evaluasi kurikulum maupun pembelajaran. Kegiatan evaluasi merumuskan kisi-kisi, instrument dan melaksanakan evaluasi kurikulum dan pembelajaran harus dikelola secara profesional. Salah satu pengaruh otonomi sekolah yang terkait dengan evaluasi pembelajaran diantaranya guru perlu merumuskan kisi-kisi, membuat instrument dan melaksanakan evaluasi kurikulum dan pembelajaran. Oleh karena itu, setiap guru harus memiliki kemampuan dalam melaksanakan evaluasi kurikulum dan pembelajaran secara tepat dan benar.
4. Mengelola Perumusan Penetapan Kriteria dan Pelaksanaan Kenaikan Kelas / Kelulusan
Kriteria kenaikan kelas harus dipahami betul oleh kepala sekolah maupun guru, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam mengambil suatu keputusan yang keliru. Kegiatan kenaikan kelas ini merupakan lanjutan dan kegiatan evaluasi kurikulum dan pembelajaran yang dilakkan secara objektif, integritas dan komperehensif. Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menuntut perolehan hasil belajar secara tuntas (mastery learning). Penetapan criteria kelulusan (Passing Grade), perlu dilakukan secara tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5. Mengelola Pengembangan Bahan Ajar, Media Pembelajaran dan Sumber Belajar
Bahan ajar yang dipelajari siswa sebaiknya tidak hanya berdasarkan pada buku teks pelajaran, melainkan perlu menggunakan dan mengembangkan bahan pelajaran melalui media dan sumber belajar yang sesuai dengan topic pokok bahasan. Demikiaan pula dengan keteribatan masyarakat disekitarnya (Community Based Experimental Learning) harus mulai dikembangkan secara strategis supaya menghasilkan kemampuan siswa yang terpadu dengan apa yang ada di Iingkungannya.
Di samping itu, kurikulum pendidikan juga sebaiknya mengalokasikan waktu yang cukup untuk mengembangkan kurikulum/mata pelajaran muatan lokal yang disesuaikan dengan kemampuan, kebutuhan, dan kondisi pada sekolah tempat kurikulum tersebut dikembangkan. Perkembangan IPTEK yang sangat pesat tentunya merupakan tantangan dan sekaligus dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai peluang oleh para guru dan siswa sebagai media pembelajaran dan sumber belajar yang efektif dan efisien untuk mengoptimalkan kegiatan pembelajaran.


6. Mengelola Pengembangan Kegiatan Ekstrakurikuler dan Korukuler
Kegiata Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan siswa sesuai dengan kebutuhan, potensi bakat, dan minot (interest) melalui kegiatan ekstra ini. Kegiatan ekstrakurikuler secara khusus diselenggarakan oleh pendidik atau oleh tenaga kependidikan yang mempunyai kemampuan dan kewenangan pada lembaga pendidikan.
Keberhasilan suatu kurikulum akan optimal apabila didukung oleh kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler yang dikelola secara efektif dan professional. Kegiatan ini sering “dinomor duakan” atau terabaikan karena pihak sekolah merasa bahwa kegiatan ini bukan prioritas dalam program sekolah. Padahal hasil kegiatan ini dapat Iebih mengoptimalkan dan mengembangkan kemampuan siswa sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya. Oleh karena itu kegiatan ini membutuhkan pengelolaan yang Iebih komprehensif dan terpadu dengan kegiatan intrakurikuler.
3. Kurikulum dan Materi Pembelajaran
Perencanaan kurikulum pada lembaga pendidikan yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP), adalah bentuk aktualisasi dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang telah dirumuskan oleh pemerintah pusat. Demikian pula dengan materi pembelajaran yang ada di sekolah adalah pengejewantahan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) yang disusun oleh lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mencapai tujuan yang ada dalam kurikulum. Materi pembelajaran merupakan kegiatan di dalam kelas yang dilaksanakan oleh guru dan siswa.
Agar materi pembelajaran memenuhi standar kompetensi yang diharapkan pada tujuan pembelajaran, maka materi pembelajaran ini dapat menggunakan media yang disesuaikan dengan pokok bahasan. Disinilah kreativitas guru dituntut untuk memilih media pembelajaran yang pas serta dapat menarik perhatian siswa agar terfokus pada materi pembelajaran Beberapa media belajar yang biasa digunakan dalam pembelajaran adalah gambar, leaplet, computer dll.
Materi pembelajaran juga sebaiknya didukung oleh sumber belajar yang baik, jelas dan sesuai dengan pokok bahasan. Sumber belajar terdiri dan buku, web site maupun sumber lain yang dapat dijadikan sebagai penyedia materi pembelajaran bagi guru dan siswa sesuai dengan kebutuhannya.

E. PEMBAHASAN
Pada latar belakang telah terungkap beberapa masalah mengenai pelaksanaan manajemen kurikulum pada beherapa lembaga pendidikan. Masalah tersebut tidak seharusnya terjadi apabila para pihak yang terlibat memahami secara detail prinsip dan fungsi manajemen kurikulum Secara jelas telah diungkapkan oleh Rusman bahwa prinsip manajemen kurikulum salah satunya adalah demokratisasi yaitu menempatkan pengelola, pelaksana dan subyek didik sesuai dengan posisinya masing-masing dalam pencapaian tujuan kurikulum. Ini berarti bahwa perencanaan kurikulum khususnya yang bersifat lokal ke dalam materi pembelajaran adalah tanggungjawab kepada kepala sekolah, guru termasuk siswa. Pemerintah daerah (instansi sektoral) selaiknya menyerahkan kewenangan ini dan memberi kebebasan kepada pihak sekolah dalam memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi. Tugas pemerintah adalah melakukan monitoring untuk memastikan pelaksanakan kurikulum terlaksana sesuai tujuan.
Prinsip lain dalam manajemen kurikulum adalah kooperatif (bekerjasama), pengkajian dan dan pelaksanaan kurikulum dapat berjalan dengan baik bila setiap pihak terlibat dan bekerjasama sesuai dengan posisi masing-masing dan saling memahami. Setiap pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan kurikulum ini diharapkan bekerja sesuai dengan posisi masing-masing. Apabila prinsip ini tidak dipahami secara baik, maka kurikulum yang diberlakukan akan melenceng dari tujuannya.
Selain prinsip yang juga mestinya diperhatikan dalam pengelolaan kurikulum adalah fungsi pengelolaan kurikulum. Masalah “Bercocok tanam di dilam laut” mestinya tidak pernah terdengar bila fungsi-fungsi manajemen perencanaan, monitoring, dan pelibatan masyarakat sekitar dalam pengkajian dan pelaksanaan kurikulum.
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengkajian dan pelaksanaan kurikulum adalah hal yang penting. Partisipasi masyarakat Ini diharapkan memberikan gambaran tentang kondisi sosial masyarakat, di mana kurikulum itu akan diberlakukan (Rusman, 2009 : 5). Peserta didik atau subyek didik diharapkan tidak hanya memahami pengetahuan yang bersifat umum, tetapi juga memahami bagaimana Iingkungan sosialnya.

F. PERENCANAAN UNTUK PENINGKATAN PEMBELAJARAN
Perencanaan bagi guru pemula adalah penting sebab perencanaan membantu guru untuk membantu tugas-tugas pengajaran yang begitu kompleks. Untuk lebih efektifnya, perencanaan menjelaskan masalah lingkungan kelas, pengaruh sosial, latar belakang kebudayaan, dan intelektual siswa, harapan dan kepercayaan siswa, termasuk isi, tujuan, kegiatan pembelajaran. Para ahli behavioris dan bahkan para ahli psikologi kognitif Iebih mengutamakan hasil penyelesaian dan pengorganisasian dan kompleksitas pengajaran efektif membuat pereneanaan lebih penting.
1. Fungsi-Fungsi Perencanaan
Perencanaan berperan dalam proses pengajaran mempunyai tiga fungsi utama :
a. Emotional Security (Keamanan Emosional)
Perencanaan membantu mengurangi kegelisahan guru dengan membuat kelas lebih teratur (orderly) dan dapat dikendalikan (predictable) (C. Clark, 1988).
b. Organization (Pengorganisasian)
Perencanaan juga memberikan fungsi yang sangat praktis untuk meinbantu guru mengorganisasikan pekerjaan mereka. Dalam pengorganisasian memiliki hasil yang bermanfaat bagi siswa yang diajar berdasarkan rencana pelajaran yang baik, menghabiskan waktu sedikit; dalam kegiatan non-instruksioflal, menunggu giliran mereka dan penyelesaian tugas kegiatan instruksional (Byra & Collan, 1992)
c. Reflection (Refleksi)
Refeleksi meliputi pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam diri kita (guru) tentang pengajaran. Pertanyaan mendasar dan menyeluruh selama refleksi ini, misalnya : apakah yang saya lakukan dan mengapa saya lakukan? Selanjutnya refleksi disebut juga sebagai suatu kebutuhan individu terhadap penilaiannya dan introspeksi din atau kepuasan yang efektif (Valverde, 1982 : 86). Guru yang mempunyai refleksi selalu berfikir tentang pelajaran mereka dan bermanfaat terhadap penibelaiaran siswa (D. Ross, 1989).

G. PERSYARATAN UNTUK PERENCANAAN YANG EFEKTIF
Seperti yang telah diketahui bahwa hubungan antara perencanaan dan pengajaran adalah kompleks yang berkaitan antara satu dengan lainnya. Perencanaan efektif sekurang-kurangnya memiliki tiga jenis isi, yakni :
1. Isi Pengetahuan (Knowledge of Content)
Seseorang pengajar tidak dapat mengajarkan apa yang dia sendiri tidak pahami. Maka untuk efektifnya guru harus mengetahui sepenuhnya materi yang mereka ajarkan, penguasaan terhadap materi mempunyai implikasi yang penting bagi perencanaan.
2. Isi Ilmu Mendidik (Pedagogical Content Knowledge)
Penguasaan materi itu sendiri bagaimanapun tidak akan pernah cukup, karena itu guru seharusnya memiliki pengetahuan ilmu mendidik (L. Shulman, 1986) atau pengetahuan tentang metode-metode mengajar. Pemberian pemahaman terhadap pelajaran yang sulit akan berhasil selama guru-guru mengubah dan model transmisi (Brain Spord 1993) atau penjelasan yang sederhana ke arah membimbing siswa untuk membangun pemahaman mereka.
3. Pengetahuan Belajar dan Pembelajaran
Pemahaman guru terhadap pembelajaran merupakan factor yang mempengaruhi peningkatan pembelajaran. Untuk efektifnya, guru-guru harus memperhatikan faktor-faktor tersebut ketika merencanakan materi. Contoh : Ron memahami pada siswa kelas 6, ia memperoleh ide-ide yang abstrak tentang materi heat (panas) dan molekul-molekulnya hams dimintai secara kongkrit jika mereka telah memahami betul. Dia memperhatikan perkembangan dan pengharapan siswa-siswanya seperti yang telah direncanakan. Hasratnya untuk menjadikan siswa-siswanya “pandai” dengan cara membuat unit-unit menarik.

H. BIDANG PENGAJARAN (DOMAIN OF INTRUCTION)
Ada tiga bidang bagian pengajaran yang dapat membandingkan objektif dan setiap unit pada soal-soal latihan. Carol mengomentari bahwa saya sedang mencoba untuk mengembangkan kekuatan dan kepleksibelan sehingga mereka tidak melakukan kegiatan-kegiatan lain dan kemudian mereka akan memiliki pondasi atan dasar yang kuat. Pengajaran yang efektif selalu membutuhkan pengalaman dalam proses belajar, baik karaktertistik siswa pada tingkat perkembangan yang berbeda, perbedaan individual, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi maupun prosedur untuk mempertahankan ketertiban ruang kelas.
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif meniusatkan pengetahuannya dan pemahamanya pada fakta, konsep, prinsip, aturan, skill, dan pemecahan masalah. Ranah ini merupakan dimensi intelektual yang diberikan di sekolah. Sebagai contoh suatu pelajaran yang memusatkan pada objektif itu harus mempunyai sebagian atau keseluruhan di bawah ini :
a. mendefinisikan adjektifa,
b. mengenal contoh-contoh adjectiva dalam kalimat-kalimat agar dapat menulis dengan teliti dengan menggunakan adjiktiva,
c. membuat tulisan menarik dengan menggunajcan adjektiva.
Dan rencana pengajaran May (nama seorang guru) di atas, dia mempunyai dua objektif, keduanya dihubungkan agar dapat memasukkan pecahan-pecahan ke dalam desimal tetapi sebenamya Siswa itu mempunyai kebutuhan yang berbeda, persamaannya hanya ada pada objektifnya. Sebagaimana suatu pelajaran yang memusatkan pada objektif di atas. Dalam menanggapi variasi level objektif peneliti mengembangkan suatu sistem pengklasifikasian. Hasil dan usaha itu, dikenal dalam pendidikan dan secara umum dikenal sebagai taksonoiny bloon. Taksonomy bloom merupakan pengembangan sistem kiasifikasi untuk membantu guru-guru memikirkan tentang objektif yang mereka tulis, pertanyaan yang mereka tanyakan, dan penafsiran yang dipersiapkan itu mempunyai enam level dan memory ke operasi perintah tertinggi Level tersebut adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2. Ranah Afektif
Ranah afektif sangat penting karena sasaran utama sekolah difokuskan padanya, namun bagaimana pun itu tidaklah lengkap. Ranah afektif sekarang menfokuskan pada sikap dan nilai pengajaran dan perkembangan hasil siswa serta pertumbuhan emosionalnya. Objek ranah afektif dapat juga diklasifikasikan dalam salah satu dan bentuk ranah kognitif yang telah dikembangkan mempunyai struktur yang sama dengan ranah afektif yang memfokuskan pada sikap dan nilai pengajaran dan perkembangan pribadi siswa. Guru-guru yang efektif juga menggunakan sasaran efektif untuk mempromosikan pribadi siswa dan pertumbuhan emosionalnya dengan memelihara lingkungan belajar, guru mengarahkan kepada pengamanan, pemilihan, penghargaan dan perasaan untuk membantu siswa mengembangkan kemauannya seperti halnya mereka belajar tentang materi yang spesifik. Sebagai guru apa yang dilakukan ketika merencanakan pelajaran, apakah mencoba menjadikan siswa lebih berilmu ataukah mencoba mengubah cara mereka berpikir tentang dunia. Bagaimana tentang nilai dan sikap, bagaimana pengajaran mempengaruhi cara siswa merasakan diri dan orang-orang sekitarnya.

3. Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor memfokuskan pada pengembangan fisik siswa dan keahlian. Secara histonis ranah psikomotor telah diterima paling sedikit tiga perhatian formal dalam bidang lain dan pendidikan fisik dan taksonomi di bidang ini tidak berkembang sampai tahun 1970, bagaimana sekolah meningkatkan perhatiannya pada perkembangan fisik di awal pengalaman belajar sebagai perkembangan pemahamannya secara keseluruhan akan menjadi lebih baik. Ilmu membutuhkan perlengkapan seperti mikroskop dan perlengkapannya, ilmu pasti membutuhkan konstruksi dan pedoman dan word processingnya, training mengemudi membutuhkan keahlian fisik inilah semua kegiatan psikomotor.





DAFTAR PUSTAKA

Rusman, DR, M.Pd. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta. Rajawali Press

Suparlan, M.Ed. 2007. Modul : Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran. Universitas Tama Jagakarsa. Jakarta. www.suparlon.com

Read More......

Hakikat, Fungsi, dan Tujuan Penilaian dalam Pembelajaran

Oleh :

NURUL ASWAR, S.Pd



A. Hakikat dan Fungsi Penilaian
Penilaian berurusan dengan data kuantitatif dan kualitatif, sedang pengukuran yang hanya bagian penilaian itu selalu berhubungan dengan data kuantitatif. Penilaian memerlukan data kuantitatif dari pengukuran. Sebaliknya, pengukuran juga sangat terikat pada penilaian khusus yang berkaitan dengan masalah tujuan dan kriteria yang dipergunakan.
Penilaian adalah proses memperoleh dan mempergunakan infomasi untuk membuat pertimbangan yang dipergunakan sebagai dasar pengambilan informasi. Dengan demikian, terdapat tiga komponen penting penilaian, yaitu informasi, pertimbangan, dan keputusan.
Informasi memberikan data-data (baik kuantitatif maupun kualita tif) yang berguna untuk pembuatan pertimbangan. Pertimbangan dimungkinkan tepat jika informasi yang diperoleh dan interpretasi terhadapnya juga tepat. Pertimbangan adalah taksiran kondisi yang ada kini dan prediksi keadaan pada masa mendatang. Keputusan yang diambil berdasarkan kedua komponen tersebut adalah pilihan di antara berbagai arah tindakan atau sejumlah alternatif yang ada.
Langkah-langkah penilaian menurut Buchori (1972) adalah per siapan (berisi penetapan tujuan, aspek yang dinilai, metode, penyusunan alat, penetapan kriteria, dan frekuensi penilaian), pengumpulan data, pengolahan data hasil penilaian, penafsiran, dan penggunaan hasil.
Langkah-langkah penilaian menurut Ten Brink (1974) terdiri dari tahap persiapan yang berupa pemerincian pertimbangan dan keputusan yang akan dibuat, informasi yang diperlukan dan pe manfaatan yang ada, penentuan waktu dan cara, dan penyusunan alat, tahap pengumpulan data yang diteruskan analisis terhadapnya, dan tahap penilaian yang berupa pembuatan pertimbangan dan keputusan, dan diteruskan dengan pembuatan laporan hasil penilaian.
Tujuan dan fungsi penilaian antara lain adalah untuk mengeta hui kadar pencapaian tujuan, memberikan sifat objektivitas penga matan tingkah-laku hasil belajar siswa, mengetahui kemampuan siswa dalam hal-hal tertentu, menentukan layak tidaknya seorang siswa dinyatakan naik kelas atau lulus, dan untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan belajar mengajar yang dilakukan.
Pengukuran dilakukan hanya dengan mengambil sample tentang suatu hal yang akan diketahui karena tak mungkin mengukur se mua kemampuan siswa, dan siswa sendiri tak mungkin menunjuk kan semua kemampuannya.

B. Tujuan Pembelajaran dan Penilaian
Tujuan memberi arah dan pegangan yang jelas, memaksa kita untuk berpijak pada kenyataan dan berpikir secara konkret. Tu juan bagi guru akan membantu untuk memilih bahan, metode, teknik, dan alat evaluasi, sedang bagi murid, la dapat dimanfaat kan sebagai pengorganisator dan kerangka kerja untuk mem peroleh ilmu.
Tujuan pembelajaran dan keluaran hasil belajar adalah dua hal yang erat berkaitan. Tujuan menyarankan bentuk-bentuk tertentu ke luaran belajar, sebaliknya, tingkah laku keluaran belajar merupa kan realisasi pencapaian tujuan.
Keluaran belajar oleh Gagne dibedakan dalam bentuk keteram pilan intelektual (yang berisi kemampuan membedakan, konsep, aturan, dan aturan tingkat tinggi), strategi kognitif, informasi ver bal, keterampilan motor, dan sikap. Pembagian Bloom yang terkenal dengan sebutan taksonomi Bloom yang terdiri dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotor banyak diikuti orang, termasuk kurikulum di Indonesia .
Proses identifikasi tujuan khusus merupakan proses analisis dan identifikasi keluaran belajar. Tujuan khusus (behavioral objec tives) menyaran pada tingkah laku keluaran belajar yang ope rasional, artinya mudah diamati diukur dengan alat penilaian.
Tiap tujuan khusus harus mengandung unsur sasaran, tingkah laku yang diharapkan, kondisi sewaktu dinilai, dan kriteria keberhasil an. Tidak seperti halnya tujuan umum, tujuan khusus mempunyai cakupan bahan yang terbatas.
Penyusunan alat penilaian harus mendasarkan diri pada tujuan agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Alat penilaian di katakan memenuhi kriteria kelayakan jika dapat mengukur ke luaran belajar yang konsisten dengan tujuan. Tujuan akan menen tukan tingkah laku guru dan murid dan bentuk keluaran belajar yang terukur.
Bahan pembelajaran merupakan pengantara tujuan dan alat penilai an, merupakan sarana tercapainya tujuan dan sumber penyusunan alat penilaian. Karena bahan memegang peranan penting, ia perlu dideskripsikan secara terinci karena hal itu juga dapat dimanfaat kan untuk menguji kesahihan isi alat penilaian itu sendiri.
Pemilihan jenis alat penilaian harus disesuaikan dengan tingkah laku keluaran belajar yang ditunjuk oleh tujuan, baik itu yang berkaitan dengan kemampuan kognitif, tingkah laku efektif, maupun psikomotor. Jenis penilaian mungkin berupa lisan atau ter tulis, observasi, wawancara, perbuatan, dan sebagainya.
Tingkatan penilaian terutama dikaitkan dengan aspek kognitif yang terdiri dari tingkatan pengetahuan (ingatan), pernahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kegiatan penilaian umumnya hanya ditekankan pada (sampai dengan) tingkatan ingatan dan pernahaman saja. Aktivitas kognitif yang lebih tinggi tingkatannya dan lebih penting dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan justru sering tidak nampak dalam penilaian.
Penyusunan alat penilaian seharusnya mencakup keenam tingkat an aspek kognitif itu, tetapi dengan memperhatikan perimbangan bobotnya, yaitu sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Semakin tinggi tingkat kemampuan kognitif siswa, se makin tinggi pula penilaian daya kognitif yang diberikan.
Tabel spesifikasi atau kisi-kisi berisi perincian pokok bahasan yang diteskan, tingkat kemampuan kognitif yang diukur, perim bangan dan jumlah soal per tingkatan aspek kognitif dan pokok bahasan (per sel), dan persentase atau jumlah soal pertingkatan kognitif, per pokok bahasan, dan seluruh butir soal.
Pengisian jumlah atau bobot tiap sel dengan mempertimbangkan tingkatan aspek kognitif yang diungkap dan keadaan pokok ba hasan. Pertimbangan pertama berkaitan dengan aspek kejiwaan siswa tentang tingkat perkembangan kognitifnya, yaitu yang akan dipakai untuk menentukan bobot per tingkatan aspek kognitif. Pertimbangan kedua mencakup peranan dan cakupan bahan yang dipakai untuk menentukan bobot tiap pokok bahasan.
Tabel spesifikasi berguna untuk memberi rambu-rambu kepada penyusun alat tes agar tidak hanya memfokuskan diri pada satu atau beberapa pokok bahasan dan tingkatan-tingkatan aspek kognitif sederhana saja. Di samping itu, ia juga akan memberi petunjuk sel-sel mana saja yang telah dibuat alat tesnya dan mana yang belum atau masih kurang.

C. Alat Penilaian
Ada dua macama alat penilaian yaitu, teknik tes dan teknik nontes. Baik teknik tes maupun nontes keduanya dapat di manfaatkan secara efektif jika dipergunakan secara tepat, dan itu tergantung dari tujuan penilaian.
Teknik nontes misalnya berupa kegiatan kuesener, wawancara, pengamatan, dan pengukuran kecenderungan tertentu dengan mempergunakan skala. Skala merupakan suatu kesatuan sebagai penanda unit-unit yang bersifat angka yang disusun secara berjen jang, tiap jenjang melambangkan sikap dan keyakinan tertentu.
Teknik wawancara baik secara bebas maupun terpimpin, dalam kaitannya dengan penilaian kebahasaan, dapat dipergunakan juga untuk menilai keterampilan, kelancaran, dan kefasihan berbicara siswa dalam bahasa yang diajarkan.
Kegiatan pengamatan baik yang berstruktur maupun tak berstruk tur dapat dimanfaatkan untuk menilai tingkah laku hasil belajar bahasa siswa yang terlihat dalam kegiatan sehari-hari. Tingkah laku dalam situasi seperti itu bersifat wajar, tidak dibuat-buat, dan lebih mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.
Tes adalah seperangkat tugas atau pertanyaan yang dipergunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemam puan, atau bakat yang dimiliki seseorang atau kelompok. Dan segi jawaban siswa, tes dapat dibedakan ke dalam tes perbuatan dan tes verbal.
Tes buatan guru disusun berdasarkan tujuan-tujuan khusus dan deskripsi bahan yang disusun guru untuk mengukur keberhasilan siswa mencapai tujuan, jadi yang terpenting dapat dipertanggung jawabkan dari jenis kesahihan isi. Tes buatan guru biasanya ting kat ketepercayaannya rendah atau tak diketahui.
Tes standar disusun berdasarkan tujuan-tujuan umum seperti yang terdapat dalam kurikulum. Oleh karena telah mengalami beberapa kali uji coba dan revisi, tes standar dapat dipertanggungjawabkan dari segi kelayakan, kesahihan, ketepercayaan, dan ketertafsiran. Tes standar berguna untuk melengkapi informasi tertentu tingkat hasil belajar siswa, membuat perbandingan prestasi siswa, dan berfungsi diagnostik.
Tes kemampuan awal dapat dibedakan menjadi pretes, yang dimak sudkan untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum mengalami proses belajar, tes prasyarat, yang dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan tertentu disyaratkan untuk masuk pendidikan ter tentu, dan tes penempatan yang dimaksudkan untuk menempatkan siswa sesuai dengan kemampuannya.
Tes diagnostik dimaksudkan untuk menemukan kelemahan-kele mahan siswa dalam hal tertentu untuk kemudian diremidi. Tes for matif dimaksudkan untuk mengukur kadar keberhasilan siswa mencapai tujuan yaitu berkaitan dengan pokok bahasan yang baru saja diselesaikan dalam proses belajar mengajar. Bagi guru tes formatif dapat untuk menilai efektivitas pengajaran, sedang bagi siswa dapat berfungsi sebagai penguat.
Tes sumatif dimaksudkan untuk mengukur kadar pencapaian siswa terhadap tujuan umum, yang meliputi seluruh bahan yang dipro gramkan pada periode tertentu. Informasi tes sumatif dipergu nakan untuk menentukan prestasi siswa, naik-tidak dan atau lulus tidak-nya seorang siswa, serta untuk membuat laporan kepada pi hak tertentu.
Tes esai merupakan tes proses berpikir yang melibatkan aktivitas kognitif tingkat tinggi, menuntut kemampuan siswa untuk mene rapkan pengetahuan, menganalisis, menghubungkan konsep-kon sep, menilai, dan memecahkan masalah.
Kelemahan pokok tes esai adalah rendahnya kadar kesahihan dan ketepercayaan akibat terbatasnya sampel bahan, jawaban siswa yaitu bervariasi, dan penilaian yang bersifat subjektif. Untuk me ngurangi sifat subjektif dalam penilaian, perlu ditentukan kriteria penilaian yang menyangkut isi, organisasi, proses, kesimpulan dan alasan dengan bobot yang tidak harus sama.
Tes objektif menghendaki hanya satu jawaban yang benar, maka penilaiannya dapat secara objektif, cepat, dan dapat dipercaya. Karena jumlah soal relatif banyak, tes objektif dapat mencakup ba han secara lebih menyeluruh.Tes objektif yang baik tidak mudah disusun, memerlukan waktu lama, dan ada kecenderungan guru hanya terpusat pada pokok ba hasan dan tingkatan aspek kognitif tertentu. Dalam mengerjakan nya, siswa dapat bersifat untung-untungan.
Tes objektif dapat berupa benar-salah, pilihan ganda, melengkapi, dan penjodohan. Tes benar-salah bisa dipakai karena hasil belajar yang berupa penguasaan pengetahuan verbal yang dinyatakan da lam bentuk proposisi dapat dinyatakan secara benar atau salah. Tes pilihan ganda merupakan tes benar-salah dengan pernyataan salah lebih banyak. Tes isian adalah tes pilihan ganda tapi siswa mengisi sendiri pilihan yang benar, sedang penjodohan semua pernyataan yang benar ditunjukan sekaligus.
Tes objektif jenis benar-salah dan pilihan ganda dapat diskor de ngan rumus tanpa tebakan dan tebakan (yaitu memberlakukan se macam denda), sedang jenis isian dan penjodohan umumnya di skor dengan tanpa tebakan.
Tes yang baik adalah yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi kelayakan (appropriateness), kesahihan (validity), keteper cayaan (reliability), efektivitas butir soal, dan kepraktisan (prac ticality). Kelayakan tes berkaitan dengan masalah apakah suatu tes dapat mengukur keluaran hasil belajar yang konsisten dengan tujuan; apakah semua tujuan telah mempunyai alat ukur yang sesuai; apakah jumlah butir soal per tujuan telah mencerminkan kadar pentingnya tujuan; dan apakah semua butir soal telah mengacu ke tujuan tertentu?
Butir-butir tes harus mencerminkan bahwa pelajaran yang dia jarkan. Semua bahan yang diajarkan perlu diambil tesnya, dan sebaliknya, tes harus hanya terbatas pada bahan yang diajarkan. Untuk memudahkan pengecekan hal itu, pembuatan soal hendak nya mendasarkan diri pada tabel spesifikasi. Kelayakan tes dalam hal ini, merupakan salah satu jenis kesahihan, kesahihan isi.
Kesahihan tes, tes menunjuk pada pengertian apakah suatu tes dapat mengukur apa yang akan diukur. Tes yang sahih akan da pat membedakan siswa yang memang berkemampuan yang lebih baik daripada yang sebaliknya. Kesahihan tes yang baik akan mengungkap semua tingkatan aspek kognitif, dan tidak hanya terbatas pada beberapa tingkatan kognitif yang sederhana saja.
Kesahihan tes dibedakan berdasarkan analisis rasional, kesahih an isi dan konstruk atau konsep, dan berdasarkan data empirik, kesahihan serentak dan ramalan, serta kesahihan kriteria atau ukuran.
Kesahihan isi menunjuk pada pengertian apakah suatu tes mem punyai kesejajaran dengan tujuan deskripsi bahan yang dia jarkan. Tujuan dan bahan biasanya dikembalikan kepada kuriku lum, maka kesahihan isi disebut juga sebagai kesahihan kuri kuler. Di pihak lain, kesahihan konstruk menunjuk pada penger tian apakah tes yang disusun telah sesuai dengan konstruk ilmu bidang studi yang diteskan.
Kesahihan ukuran mempermasalahkan seberapa jauh siswa yang sudah diajar dalam bidang tertentu mempunyai kemampuan yang tinggi daripada yang belum diajar. Jika subjeknya sama, membandingkan hasil belajar itu dapat mendasarkan diri pada hasil pretes dan postes.
Kesahihan sejalan menunjuk pada pengertian apakah tingkat ke mampuan seseorang pada suatu bidang yang diteskan sesuai de ngan skor bidang-bidang lain yang mempunyai persamaan ka rakteristik. Di pihak lain, kesahihan ramalan mempermasalahkan apakah sebuah tes mempunyai kemampuan untuk meramalkan prestasi yang akan dicapai kemudian. Pengujian terhadap kedua jenis kesahihan ini dilakukan dengan teknik korelasi.
Pengujian kesahihan dalam berbagai jenis di atas merupakan pengujian kesahihan secara keseluruhan. Pengujian tingkat kesa hihan dapat dilakukan secara per butir soal, yaitu dengan meng korelasikan skor-skor tiap butir tes dengan skor keseluruhan. Tes yang kesahihannya tinggi, biasanya tinggi pula kesahihan butir butirnya, walau mungkin terdapat beberapa butir tes yang kurang sahih.
Ketepercayaan tes menunjuk pada pengertian apakah suatu tes dapat mengukur secara konsisten sesuatu yang akan diukur dari waktu ke waktu. Konsisten berarti (i) tes dapat memberikan hasil yang relatif tetap terhadap sesuatu yang diukur, (ii) jawaban siswa terhadap butir-butir tes relatif tetap, (iii) hasil tes diperiksa siapa pun menghasilkan skor yang kurang lebih sama.
Hasil pengukuran tidak hanya mencerminkan berapa banyak siswa berhasil dalam belajar, melainkan juga bagaimana ke akuratan tes itu sendiri. Keakuratan tes akan mempengaruhi skor yang diperoleh siswa, maka skor itu tidak akan secara sempurna mencerminkan kemampuan yang sebenarnya.
Prosedur pengujian ketepercayaan tes adalah dengan melakukan tes ulang uji, teknik belah dua, mempergunakan rumus Kuder Richardson 20 dan 21, koefisien alpha, dan reliabilitas bentuk paralel.
Teknik ulang uji dilakukan dengan memberikan tes dua kali de ngan tes yang sama, dan hasilnya dikorelasikan. Tinggi ren dahnya koefisien korelasi menunjukkan tinggi rendahnya tingkat ketepercayaan tes. Teknik ini mempunyai beberapa kelemahan, misalnya sulit menghilangkan pengaruh jawaban pertama.
Pengujian dengan teknik belah dua dilakukan dengan membagi tes ke dalam tes bernomor ganjil dan genap, yang kemudian keduanya dikorelasikan. Koefisien korelasi yang diperoleh baru menunjukkan reliabilitas separuh tes, maka kemudian diperguna kan rumus Spearman-Brown untuk mencari reliabilitas keselu ruhan tes.
Pengukuran dengan mempergunakan rumus K - R 20 dan 21 dapat mengatasi kelemahan yang ada pada teknik belah dua. Ru mus K - R 20 akan memberikan indeks yang lebih besar daripada K - R 21, tetapi penghitungannya lebih rumit. Penyusunan rumus K - R 21 lebih disarankan karena dapat mengukur secara lebih cermat. Koefisien alpha dipakai untuk menguji reliabilitas tes (angket) yang jawabannya berskala.
Pengujian reliabilitas tes dengan teknik bentuk paralel dilakukan dengan menyediakan dua perangkat tes yang bersifat paralel atau ekuivalen. Setelah kedua perangkat tes itu dicobakan, hasilnya dikorelasikan. Untuk meningkatkan keterpercayaan butir tes, hendaknya dibuat butir-butir tes yang secukupnya. Butir tes yang semakin banyak akan semakin mempertinggi tingkat ketepercayaan tes, walau se telah dalam jumlah tertentu peningkatan itu kecil.
Peningkatan ketepercayaan tes juga dilakukan dengan memilih butir-butir soal yang indeks tingkat kesulitan dan daya bedanya memenuhi persyaratan. Untuk keperluan ini, kita perlu melaku kan analisis butir soal. Bahasa yang dipergunakan dalam tes harus jelas, mudah dipa hami, tidak bersifat ambigu, dan tidak membingungkan, agar ti dak menimbulkan kesalahpahaman.
Kondisi pelaksanaan tes harus dikontrol sebaik-baiknya agar hal itu tidak mempengaruhi penampilan siswa. Dalam memeriksa pekerjaan siswa, kita harus menghindari sifat subjektivitas diri, terutama dalam tes esai. Oleh karena itu, sebelum memeriksa pe kerjaan siswa hendaknya membuat pedoman penilaian.
Analisis butir adalah analisis hubungan antara skor-skor butir soal dengan skor keseluruhan, membandingkan jawaban siswa terhadap suatu butir soal dengan jawaban terhadap keseluruhan tes. Tujuan analisis adalah membuat tiap butir tes konsisten de ngan keseluruhan tes dan menilai efektivitas tes sebagai alat pengukuran.
Analisis butir dilakukan untuk mencari indeks tingkat kesulitan, daya beda, dan efektivitas distraktor. Butir soal yang baik adalah yang tidak terlalu sukar atau terlalu mudah yang indeksnya ber kisar antara 0,15 sampai dengan 0,85, yang mampu membedakan antara siswa kelompok tinggi dan rendah yang indeks daya be¬danya paling tidak sebesar 0,25 serta semua distraktor yang di sediakan dipilih.
Penghitungan indeks tingkat kesulitan dan daya beda dapat di lakukan dengan mempergunakan tabel analisis butir soal. Untuk maksud ini, kita harus mencapai proporsi jawaban betul kelom pok tinggi dan kelompok rendah, baru kemudian mengkonsulta sikannya kepada tabel. Butir soal yang indeks tingkat kesulitan dan daya bedanya tidak memenuhi persyaratan disarankan untuk direvisi.
Distraktor seharusnya dipilih oleh siswa kelompok rendah secara lebih banyak. Jika terjadi sebaliknya, kelompok tinggi yang lebih banyak memilih, atau ada distraktor yang tak dipilih, distraktor yang bersangkutan disarankan untuk direvisi. Tingkat ketepercayaan tes esai dihitung dengan rumus alpha, se dang indeks tingkat kesulitan serta indeks daya bedanya dicari dengan mempergunakan rumus yang berbeda dengan tes objek tif.
Sebuah tes yang baik di samping layak, sahih, dan tepercaya, juga harus memenuhi kriteria kepraktisan. Kriteria kepraktisan dapat dilihat dari segi keekonomisan, kemudahan pelaksanaan, penskoran, dan penafsiran.

Daftar Pustaka
Depdikbud. 1983. Penilaian dalam Pendidikan. Jakarta : Dikti.
Ghofur, Abdul. 2004. Pedoman Umum Pengembangan Penilaian. Jakarta : Puskur.

Naga, Dali S. 1992. Pengantar Teori Skor pada Pengukuran Pendidikan. Jakarta : Gunadarma.

Nurgiantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta : BPFE.

Purwanto, Ngalim. 2002. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung ; Remaja Rosdakarya.

Surapranata, Sumarna. 2004. Panduan Penulisan Tes Tertulis Implementasi Kurikulum 2004.Bandung ; Remaja Rosdakarya.

Read More......

Konsep Dasar Kurikulum Berbasis Lokal dan Kedaerahan

Oleh :

MUHSYANUR, S.Pd


Sejak diberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Sekolah diberikan kewenangan untuk menyusun serta mengembangkan kurikulum pendidikan berdasarkan kebutuhan, keunggulan dan kompetensi sumber daya daerah di setiap satuan pendidikan masing-masing. Hal ini menandakan arah baru pembaharuan manajemen kurikulum pendidikan dari state based school development menjadi community based school develompment.
Perubahan paradigma pendidikan ini bermula sejak ditetapkannya UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan meng-amanatkan kurikulum KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang merujuk kepada panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Ketentuan konstitusional ini, mengharuskan setiap satuan pendidikan bisa menetapkan prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum KTSP yang mampu bersinergi antara kepentingan nasional dan daerah sebagai wujud arah baru perubahan paradigma pendidikan dari centralized management ke decentralized management .
Yang perlu difahami dan dimaknai dari arah baru paradigma sistim pendidikan nasional ini adalah sekolah harus mampu menangkap keunggulan atau kompetensi internal maupun eksternal yang bernuansa kedaerahan sebagai potensi sumber belajar untuk memperkaya kontent bidang studi yang memiliki keterkaitan dengan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM) dan karakteristik kedaerahan.
Dengan demikian, bidang studi Muatan Lokal benar-benar memiliki kontent spesifik kedaerahan yang dapat dijadikan sebagai suatu bidang studi unggulan sekolah yang memiliki relevansi dengan konteks dan sumber daya kedaerahan.



A. Pengertian Berbasis Lokal
Berbasis lokal adalah segala sesuatu yang merupakan ciri khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain. Sumber lain mengatakan bahwa Keunggulan lokal adalah hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah (Dedidwitagama,2007). Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Keunggulan Lokal (KL) adalah suatu proses dan realisasi peningkatan nilai dari suatu potensi daerah sehingga menjadi produk/jasa atau karya lain yang bernilai tinggi, bersifat unik dan memiliki keunggulan komparatif.
Berbasis lokal harus dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah adalah potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah. Sebagai contoh potensi Kota Sengkang serta sekitarnya Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan, memiliki potensi budi daya sutera dan pariwisata (Danau Tempe). Pemerintah dan masyarakat kota Sengkang dapat melakukan sejumlah upaya dan program, agar potensi tersebut dapat diangkat menjadi keunggulan lokal kota Sengkang-Wajo sehingga ekonomi di wilayah kota Sengkang dan sekitarnya dapat berkembang dengan baik.
Kualitas dari proses dan realisasi keunggulan lokal tersebut sangat dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, yang lebih dikenal dengan istilah 7 M, yaitu Man, Money, Machine, Material, Methode, Marketing and Management. Jika sumber daya yang diperlukan bisa dipenuhi, maka proses dan realisasi tersebut akan memberikan hasil yang bagus, dan demikian sebaliknya. Di samping dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, proses dan realisasi keunggulan lokal juga harus memperhatikan kondisi pasar, para pesaing, substitusi (bahan pengganti) dan perkembangan IPTEK, khususnya perkembangan teknologi. Proses dan realisasi tersebut akan menghasilkan produk akhir sebagai keunggulan lokal yang mungkin berbentuk produk (barang/jasa) dan atau budaya yang bernilai tinggi, memiliki keunggulan komparatif, dan unik.
Dari pengertian keunggulan lokal tersebut diatas maka Pendidikan Berbasis Lokal dan Kedaerahan (KBLK) di SMK adalah pendidikan/program pembelajaran yang diselenggarakan pada SMK sesuai dengan kebutuhan daerah, dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam, sumber daya manusia, geografis, budaya, historis dan potensi daerah lainnya yang bermanfaat dalam proses pengembangan kompetensi sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik.
B. Potensi Keunggulan Lokal
Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), geografis, budaya dan historis. Uraian masing-masing sebagai berikut :
1. Potensi Sumber Daya Alam
Sumber Daya Alam (SDA) adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk berbagai kepentingan hidup. Contoh bidang pertanian: padi, jagung, buah-buahan, sayur-sayuran dll.; bidang perkebunan: karet, tebu, tembakau, sawit, coklat dll.; bidang peternakan: unggas, kambing, sapi dll.; bidang perikanan: ikan laut, ikan air tawar, rumput laut, tambak, dll. Contoh lain misalnya di provinsi Jawa Timur memiliki keunggulan komparatif dan keragaman komoditas hortikultura buah-buahan yang spesifik, dengan jumlah lokasi ribuan hektar yang hampir tersebar di seluruh di wilayah kabupaten/kota. Keunggulan lokal ini akan lebih cepat berkembang, jika dikaitkan dengan konsep pembangunan agropolitan (Teropong Edisi 21, Mei-Juni 2005, h. 24). Agropolitan merupakan pendekatan pembangunan bottom-up untuk mencapai kesejahteraan dan pemerataan pendapatan yang lebih cepat, pada suatu wilayah atau daerah tertentu, dibanding strategi pusat pertumbuhan (growth pole).
2. Potensi Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) didefinisikan sebagai manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menjadi makhluk sosial yang adaptif dan transformatif dan mampu mendayaguna- kan potensi alam di sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan (Wikipedia, 2006). Pengertian adaptif artinya mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perubahan IPTEK dan perubahan sosial budaya. Bangsa Jepang, karena biasa diguncang gempa merupakan bangsa yang unggul dalam menghadapi gempa, sehingga cara hidup, sistem arsitektur yang dipilihnya sudah diadaptasikan bagi risiko menghadapi gempa. Kearifan lokal (indigenous wisdom) semacam ini agaknya juga dimiliki oleh penduduk pulau Simeulue di Aceh, saat tsunami datang yang ditandai dengan penurunan secara tajam dan mendadak muka air laut, banyak ikan bergelimpangan menggelepar, mereka tidak turun terlena mencari ikan, namun justru terbirit-birit lari ke tempat yang lebih tinggi, sehingga selamat dari murka tsunami. Pengertian transformatif artinya mampu memahami, menerjemahkan dan mengembangkan seluruh pengalaman dari kontak sosialnya dan kontaknya dengan fenomena alam, bagi kemaslahatan dirinya di masa depan, sehingga yang bersangkutan merupakan makhluk sosial yang berkembang berkesinambungan.
SDM merupakan penentu semua potensi keunggulan lokal. SDM sebagai sumber daya, bisa bermakna positif dan negatif, tergantung kepada paradigma, kultur dan etos kerja. Dengan kata lain tidak ada realisasi dan implementasi konsep keunggulan lokal tanpa melibatkan dan memposisikan manusia dalam proses pencapaian keunggulan. SDM dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas SDA, mencirikan identitas budaya, mewarnai sebaran geografis, dan dapat berpengaruh secara timbal balik kepada kondisi geologi, hidrologi dan klimatologi setempat akibat pilihan aktivitasnya, serta memiliki latar sejarah tertentu yang khas. Pada masa awal peradaban, saat manusia masih amat tergantung kepada alam, ketergantungannya yang besar terhadap air telah menyebabkan munculnya peradaban pertama di sekitar aliran sungai besar yang subur.
3. Potensi Geografis
Objek geografi antara lain meliputi, objek formal dan objek material. Objek formal geografi adalah fenomena geosfer yang terdiri dari, atmosfer bumi, cuaca dan iklim, litosfer, hidrosfer, biosfer (lapisan kehidupan fauna dan flora), dan antroposfer (lapisan manusia yang merupakan tema sentral). Sidney dan Mulkerne (Tim Geografi Jakarta, 2004) mengemukakan bahwa geografi adalah ilmu tentang bumi dan kehidupan yang ada di atasnya. Pendekatan studi geografi bersifat khas. Pengkajian keunggulan lokal dari aspek geografi dengan demikian perlu memperhatikan pendekatan studi geografi. Pendekatan itu meliputi; (1) pendekatan keruangan (spatial approach), (2) pendekatan lingkungan (ecological approach) dan (3) pendekatan kompleks wilayah (integrated approach). Pendekatan keruangan mencoba mengkaji adanya perbedaan tempat melalui penggambaran letak distribusi, relasi dan inter-relasinya. Pendekatan lingkungan berdasarkan interaksi organisme dengan lingkungannya, sedangkan pendekatan kompleks wilayah memadukan kedua pendekatan tersebut.
Tentu saja tidak semua objek dan fenomena geografi berkait dengan konsep keunggulan lokal, karena keunggulan lokal dicirikan oleh nilai guna fenomena geografis bagi kehidupan dan penghidupan yang memiliki, dampak ekonomis dan pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Contoh tentang angina fohn yang merupakan bagian dari iklim dan cuaca sebagai fenomena geografis di atmosfer. Angin fohn adalah angin jatuh yang sifatnya panas dan kering. Angin fohn terjadi karena udara yang mengandung uap air gerakannya terhalang oleh gunung atau pegunungan. Contoh angin fohn di Indonesia adalah angin Kumbang di wilayah Cirebon dan Tegal karena pengaruh Gunung Slamet, angin Gending di wilayah Probolinggo yang terjadi karena pengaruh gunung Lamongan dan pegunungan Tengger, angin Bohorok di daerah Deli, Sumatera Utara karena pengaruh pegunungan Bukit Barisan.
Seperti diketahui angin semacam itu menciptakan keunggulan lokal Sumber Daya Alam, yang umumnya berupa tanaman tembakau, bahkan tembakau Deli berkualitas prima dan disukai sebagai bahan rokok cerutu. Semboyan Kota Probolinggo sebagai kota Bayuangga (bayu = angin, anggur dan mangga) sebagai proklamasi keunggulan lokal tidak lepas dari dampak positif angin Gending.
4. Potensi Budaya
Budaya adalah sikap, sedangkan sumber sikap adalah kebudayaan. Agar kebudayaan dilandasi dengan sikap baik, masyarakat perlu memadukan antara idealisme dengan realisme yang pada hakekatnya merupakan perpaduan antara seni dan budaya. Ciri khas budaya masing-masing daerah tertentu (yang berbeda dengan daerah lain) merupakan sikap menghargai kebudayaan daerah sehingga menjadi keunggulan lokal. Beberapa contoh keunggulan lokal menghargai kebudayaan setempat yaitu : upacara pemotongan kerbau massal di Tana Toraja, upacara Ngaben di Bali, Malam Bainai di Sumatera Barat, Sekatenan di Yogyakarta dan Solo dan upacara adat perkawinan di berbagai daerah.
Sebagai ilustrasi dari keunggulan lokal yang diinspirasi oleh budaya, misalnya di Kabupaten Jombang Jawa Timur, telah dikenal antara lain:
1. Teater “Tombo Ati” (Ainun Najib)
2. Musik Albanjari (Hadrah)
3. Kesenian Ludruk Besutan
4. Ritualisasi Wisuda Sinden (Sendang Beji)
5. Potensi Historis
Keunggulan lokal dalam konsep historis merupakan potensi sejarah dalam bentuk peninggalan benda-benda purbakala maupun tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Konsep historis jika dioptimalkan pengelolaannya akan menjadi tujuan wisata yang bisa menjadi asset, bahkan menjadi keunggulan lokal dari suatu daerah tertentu. Pada potensi ini, diperlukan akulturasi terhadap nilai-nilai tradisional dengan memberi kultural baru agar terjadi perpaduan antara kepentingan tradisional dan kepentingan modern, sehingga aset atau potensi sejarah bisa menjadi aset/potensi keunggulan lokal.
Salah satu contoh keunggulan lokal yang diinspirasi oleh potensi sejarah, adalah tentang kebesaran “Kerajaan Majapahit”, antara lain : Pemerintah Kabupaten Mojokerto secara rutin menyelenggarakan Perkawinan ala Majapahit sebagai acara resmi yang disosilaisasikan kepada masyarakat;
a. Pada bulan Desember 2002, diadakan Renungan Suci Sumpah Palapa di makam Raden Sriwijaya (Desa Bejijong, Trowulan, Kab. Mojokerto) yang dihadiri Presiden RI K.H Abdurachman Wachid;
b. Festival Budaya Majapahit yang diselenggarakan oleh Lembaga Kebudayaan dan Filsafat Javanologi dan Badan Kerjasama Organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (BKOK) bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Dinas P & K Kabupaten Mojokerto ( 27 Maret 2003).
Program Kurikulm Berbasis Lokal dan Kedaerahan Lokal di SMK merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh sekolah. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang tertuang pada PP 19 Tahun 2005 BAB III pasal 14 ayat (2) yang menyatakan bahwa pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok matapelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan kelompok mata pelajaran estetika atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani,olah raga dan kesehatan; dan ayat (3) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi. Oleh karena itu KBLK dapat diselenggarakan melalui tiga cara, yaitu pengintegrasian dalam mata pelajaran yang relevan, muatan lokal, dan mata pelajaran keterampilan.
Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran
Bahan kajian keunggulan lokal dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran tertentu yang relevan dengan SK/KD mata pelajaran tersebut. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mengkaji SK/KD mata pelajaran yang terkait dihubungkan dengan hasil analisis keunggulan lokal. Hasil pengkajian SK/KD tersebut dituangkan pada penyempurnaan silabus dan RPP. Kemudian dibuat bahan ajar cetak dan bahan ajar ICT yang mengintegrasikan KBLK pada mata pelajaran yang relevan. Pola pengintegrasian KBLK pada mata pelajaran dapat dilakukan melalui tahapan berikut ini.
a. Melaksanakan identifikasi SK/KD yang telah ada dihubungkan dengan hasil analisis keunggulan lokal, sehingga terpilih beberapa konsep pada mata pelajaran yang relevan.
b. Menyempurnakan Silabus mata pelajaran pada konsep yang terpilih berdasarkan hasil identifikasi SK/KD yang dihubungkan dengan keunggulan lokal.
c. Menyempurnakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) setiap mata pelajaran pada SK/KD yang terpilih.
d. Membuat bahan ajar (modul,LKS dll) atau bahan ajar mata pelajaran yang mengintegrasikan PBKL dan berbasis ICT (information Communication Teknology).
e. Membuat bahan/perangkat ujian dari konsep yang telah terpilih pengintegrasian KBLK -nya.
Mata Pelajaran Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Kajian mata pelajaran muatan lokal dapat ditentukan oleh satuan pendidikan. Untuk itu terlebih dahulu harus disusun SK/KD, silabus dan Rencana Pembelajaran yang memungkinkan setiap satuan pendidikan dapat menyelenggarakan pembelajaran muatan lokal. Contoh : Muatan Lokal menenun / menganyam .
Kegiatan identifikasi ini dilakukan untuk mendata dan menelaah berbagai kondisi dan kebutuhan daerah. Data dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait seperti Pemerintah Daerah tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi, dan Dunia Usaha/Industri. Kondisi daerah dapat ditinjau dari potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam. Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain dari:
a. Rencana pembangunan daerah, termasuk prioritas pembangunan daerah, baik pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka panjang, maupun pembangunan berkelanjutan (sustainable development);
b. Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis-jenis kemampuan dan keterampilan yang diperlukan;
c. Aspirasi masyarakat mengenai konservasi alam dan pengembangan daerah.
Pengumpulan data untuk identifikasi kondisi dan kebutuhan daerah dapat dilakukan melalui wawancara atau pemberian kuesioner kepada responden. Data yang dikumpulkan oleh sekolah meliputi :
a. Kondisi sosial (hubungan kemasyarakatan antar-penduduk, kerukunan antarumat beragama, dsb.);
b. Kondisi ekonomi (mata pencaharian penduduk, rata-rata penghasilan, dsb.)
c. Aspek budaya (etika sopan santun, kesenian daerah, bahasa yang banyak digunakan, dsb.);
d. Kekayaan alam (pertambangan, perikanan, perkebunan, dsb.)
Makanan khas daerah (tempuyak.ikan asin air tawar,wadi dll);
e. Prioritas pembangunan daerah (pendidikan, kesehatan, pertanian, perkebunan, pengentasan kemiskinan, dsb.);
f. Kepedulian masyarakat akan konservasi dan pengembangan daerah;
g. Jenis-jenis kemampuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang kebutuhan daerah (sebagai kota jasa, kota perdagangan, dan kota pariwisata), seperti kemampuan berbahasa asing, keterampilan komputer, dll.
Kondisi satuan pendidikan baik negeri maupun swasta di berbagai daerah sangat bervariasi. Oleh karena itu, untuk menentukan program KBLK yang akan dilaksanakan, setiap satuan pendidikan harus melakukan identifikasi terhadap potensi masing-masing. Kegiatan ini dilakukan untuk mendata dan menganalisis daya dukung yang dimiliki. Kegiatan yang dilaksanakan adalah analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang ditekankan pada kebutuhan peserta didik yang harus memperhatikan:
a. Lingkungan, sarana dan prasarana,
b. Ketersediaan sumber dana,
c. Sumber daya manusia (pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik),
d. Dukungan Komite Sekolah dan masyarakat setempat,
e. Dukungan unsur lain seperti dunia usaha/industri,
f. Kemungkinan perkembangan sekolah.
Berdasarkan kajian beberapa sumber, maka dapat dipilih/ditentukan jenis program keunggulan lokal yang memungkinkan untuk dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan potensi pendidik dari satuan pendidikan. Penentuan jenis muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:
a. Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik (fisik, psikis, dan sosial);
b. Ketersediaan pendidik yang diperlukan;
c. Ketersediaan sarana dan prasarana;
d. Ketersediaan sumber dana;
e. Tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa;
f. Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan;
g. Diperlukan oleh lingkungan sekitar.
Berbagai jenis keunggulan Lokal yang dapat dikembangkan misalnya:
a. Kesenian daerah;
b. Tata busana, tata boga, perawatan tubuh, dan sejenisnya;
c. Kewirausahaan, industri kecil (penyiapan, produksi, dan pemasaran);
d. Pendayagunaan potensi hutan;
e. Lingkungan hidup (pengelolaan dan pelestarian);
f. Pembinaan karakter (etika dan pemberian layanan prima);
Pengembangan program KBLK di sekolah bukanlah pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu, satuan pendidikan harus mempersiapkan berbagai hal untuk memperlancar pengembangan keunggulan Lokal yang akan dilaksanakan pada satuan pendidikan masing-masing. Sekolah dan komite sekolah mempunyai wewenang penuh dalam menentukan program KBLK yang akan dilaksanakan. Tim pengembang kurikulum yang sudah dibentuk di setiap satuan pendidikan, bertanggung jawab dalam pengembangan KBLK.
Dalam hal ini, perlu dipertimbangkan pula masukan dari guru yang akan mengampu mata pelajaran Muatan Lokal, Keterampilan atau mata pelajaran lain yang relevan. Di samping itu, satuan pendidikan perlu menjalin kerjasama dengan unsur-unsur lain, seperti Tim Pengembang Kurikulum tingkat Provinsi/ Kabupaten, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Perguruan Tinggi, dan instansi/lembaga lain misalnya dunia usaha/industri, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dan Dinas lain yang terkait. Dalam kerjasama ini masing-masing unsur memiliki peran, tugas, dan tanggung jawab tertentu.
1. Peran, tugas, dan tanggung jawab tim pengembang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam pengembangan KBLK secara umum adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah;
Mengidentifikasi potensi sumber daya yang ada di satuan pendidikan;
b. Mengidentifikasi jenis keunggulan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik dan satuan pendidikan;
c. Menentukan jenis program KBLK yang akan dilaksanakan;
d. Menyusun SK, KD dan Silabus Muatan Lokal dan mata pelajaran Keterampilan apabila SK/KD yang ada tidak relevan.
2. Tim Pengembang Kurikulum tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi, dan LPMP adalah memberikan bimbingan teknis dalam:
a. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah;
b. Mengidentifikasi potensi sumber daya yang ada di satuan pendidikan;
c. Mengidentifikasi jenis program KBLK yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik dan satuan pendidikan;
d. Menentukan jenis dan prioritas program yang akan dilaksanakan;
e. Menyusun SK, KD, dan Silabus Muatan Lokal dan mata pelajaran keterampilan;
f. Memilih alternatif metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan jenis program;
g. Mengembangkan penilaian yang tepat untuk program KBLK yang dilaksanakan.
3. Peran pemerintah daerah tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota secara umum adalah:
a. Memberi informasi mengenai potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia di wilayah lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan, serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang dikaitkan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan;
b. Memberi gambaran mengenai kemampuan dan keterampilan yang diperlukan pada sektor-sektor tertentu;
c. Memberi sumbangan pemikiran, pertimbangan, dan bantuan dalam menentukan prioritas program KBLK sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat.
4. Peran instansi/lembaga lain seperti dunia usaha/industri, SMK, PLS, dan Dinas terkait secara umum adalah:
a. Memberi informasi mengenai kompetensi yang harus dikuasai peserta didik untuk KBLK yang diprogramkan;
b. Memberi masukan dan atau contoh SK, KD, dan silabus yang dapat diadaptasi untuk muatan lokal dan keterampilan di SMA;
c. Memberi fasilitas kepada peserta didik untuk berkunjung/belajar/praktik di tempat tersebut guna memantapkan kemampuan/keterampilan yang didapat dalam program KBLK.
d. Pelaksanaan Penilaian Program Pembelajaran KBLK disesuaikan dengan karakteristik pembelajaran pendidikan keunggulan lokal yang dilaksanakan sebagai berikut, apabila:
Pelaksanaan Penilaian Program Pembelajaran KBLK disesuaikan dengan karakteristik pembelajaran pendidikan keunggulan lokal yang dilaksanakan sebagai berikut, apabila:
a. Terintegrasi dalam mata pelajaran, maka penilaiannya menyatu dengan SK dan KD mata pelajaran yang terkait.
b. Menjadi mata pelajaran keterampilan, maka penilaiannya dilakukan secara mandiri sesuai dengan jenis program yang diselenggarakan.
c. Menjadi muatan lokal, maka penilaiannya dilakukan secara mandiri sesuai dengan jenis program yang diselenggarakan, sama halnya seperti pada mata pelajaran keterampilan.
Penilaian hasil belajar peserta didik harus mendorong peserta didik untuk belajar yang lebih baik. Prinsip penilaian yang digunakan adalah seperti berikut ini.
a. Sahih, yakni penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
b. Objektif, yakni penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
c. Adil, yakni penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
d. Terpadu, yakni penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen kegiatan pembelajaran.
e. Terbuka, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
f. Menyeluruh dan berkesinambungan, yakni penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
g. Sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.

DAFTAR PUSTAKA
Roger Crombie White, 1997. Pembaruan Kurikulum Sebuah Perayaan Praktik Ruang Kelas. Jakarta : PT. Grasindo.

Syaodih Nana,1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : PT. Rosadakarya.

Anonim, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Rusman, Dr., M.Pd, 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Dwigatama,Dedi.2007. http://dewanpendidikan.wordpress.com/2007/05/03/model-kurikulum-keunggulan-lokal/: diakses tanggal 21 Desember 2010

Santosa, Budi. 2009 . http://budies.wordpress.com/2009/11/13/bartim-canangkan-penggunaan-produk-pangan-lokal/ : diakses tanggal 22 Desember 2010

Santosa, Budi 2008. http://budies.wordpress.com/2008/05/27/muatan-lokal/ : diakses tanggal 22 Desember 2010

Santosa, Budi. 2007 . http://budies.wordpress.com/2007/07/29/mulok-nephentes/ : diakses tanggal 28 Desember 2010

Santosa,Budi.2007. http://budies.wordpress.com/2007/06/03/muatan-lokal-kualitas-internasional/ : diakses tanggal 1 Januari 2010
Sudrajad,Akhmad.2008.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/13/konsep-dasar-pendidikan-berbasis-keunggulan-lokal-pbkl/: diakses tanggal 24 Desember 2010

Wikipedia.2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_daya_manusia : diakses tanggal 19 September 2010.

Read More......

Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal di Palu

Oleh :

SITI FATINAH, S.Pd



I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Palu merupakan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, yang dihuni oleh beberapa suku, antaralain suku Kaili, suku Poso, suku Buol, dan suku Totoli. Masyarakat Kota Palu yang multietnik itu memiliki beragam bahasa daerah (bahasa Kaili, bahasa Pamona, bahasa Buol, bahasa Totoli, dan sebagainya); beberapa keterampilan daerah (bawang goreng khas Palu, Batik Donggala, dan sebagainya); beberapa kerajinan daerah (hasil kerajinan rotan (kualitas rotannya terbaik di wilayah timur), hasil kerajinan kayu hitam); dan lain-lain. Keberagaman tersebut merupakan salah satu landasan disusunnya Kurikulum Muatan Lokal (Kurikulum Mulok) di Kota Palu. Penyusunan Kurikulum Mulok tersebut mengacu pada karakteristik peserta didik, perkembangan ilmu dan teknologi, sumber daya alam, dan kebutuhan masyarakat.
Kurikulum Mulok di Kota Palu dimasukkan dalam Standar Isi (SI). Kebijakan yang berkaitan dengan dimasukkannya program Muatan Lokal (Mulok) dalam SI dilandasi kenyataan bahwa di Kota Palu terdapat beraneka ragam kebudayaan. Sekolah sebagai tempat program pendidikan merupakan bagian dari masyarakat, yang sekaligus sebagai miniatur masyarakat. Untuk itu, program pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas kepada siswa tentang kekhususan yang ada di lingkungannya. SI yang terdapat pada Kurikulum KTSP, yang seluruhnya disusun secara terpusat tidak mungkin dapat mencakup Mulok tersebut. Oleh karena itu, dalam kurikulum perlu dimasukkan mata pelajaran yang berbasis pada Mulok yang disusun oleh setiap sekolah pada tingkat satuan pendidikan dan penyusunannya disesuaikan dengan lingkungan daerah Kota Palu.
Mata pelajaran Mulok yang diajarkan di Kota Palu adalah Mulok Pertanian, Mulok Pertanaman, Mulok Peternakan, Mulok Seni Ukir, dan Mulok Bahasa Kaili. Kelima mata pelajaran tersebut kurikulumnya dikembangkan oleh tiap-tiap sekolah, baik tingkat SD/MI, SMP/MTs, maupun SMA/MA/SMK. Setiap sekolah diberikan kewenangan penuh untuk mengembangkan Kurikulum Mulok, baik Mulok Pertanian, Mulok Pertanaman, Mulok Peternakan, Mulok Seni Ukir maupun Mulok Bahasa Kaili. Namun, dalam pelaksanaannya ada beberapa sekolah yang belum siap mengembangkan Kurikulum Mulok. Hal itu terutama disebabkan oleh kurangnya guru Mulok. Bahkan, ada beberapa sekolah yang tidak mempunyai guru Mulok. Mulok Bahasa Kaili, misalnya, diajarkan oleh penutur bahasa Kaili bukan guru Bahasa Kaili. Selain itu, mata pelajaran Mulok tersebut belum semuanya memiliki kurikulum (silabus, RPP, penilaian, bahan ajar, sarana dan prasarana). Pengembangan Kurikulum Mulok di Kota Palu masih sangat memprihatinkan. Belum ada Tim Pengembang Kurikulum Mulok yang ditetapkan oleh sekolah atau Dinas Pendidikan Kota Palu. Hal itu disebabkan bukan hanya kurangnya tenaga yang profesional, melainkan juga terkendala pada dana Mulok yang belum tersedia.

1.2 Perumusan Masalah
Masalah yang dikaji dalam tulisan ini adalah bagaimanakah pengembangan Kurikulum Mulok di Kota Palu?

1.3 Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengembangan Kurikulum Mulok di Kota Palu.

II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kurikulum Mulok
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pembelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Rusman, 2009: 404). Mulok merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Mulok merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada SI KTSP. Keberadaan mata pelajaran Mulok merupakan bentuk penyelenggaraan yang tidak terpusat sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan pada tiap-tiap daerah lebih meningkat relevansinya terhadap kebutuhan daerah yang bersangkutan.
Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 173/-C/Kep/M/87, Tanggal 7 Oktober, Tahun 1987, kurikulum muatan lokal ialah program pendidikan yang dimasukkan dalam SI dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya, serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh siswa di daerah tersebut. Lingkungan peserta didik terdiri atas lingkungan fisik dan lingkungan masyrakat. Lingkungan fisik terbagi lagi menjadi lingkungan fisik alami (daerah rural, urban, semirural, dan semiurban) dan lingkungan fisik buatan (lingkungan dekat pabrik, pasar, pariwisata, pelabuhan, dan sebagainya). Lingkungan masyarakat masyarakat mencakup hal-hal berikut.
a. Masyarakat yang bergelut di bidang ekonomi, misalnya perdagangan, pertanian, perikanan, transportasi, dan jasa.
b. Masyarakat yang bergelut di bidang politik, misalnya sebagai pimpinan partai, pimpinan lembaga swasta, dan pemerintahan.
c. Masyarakat yang bergelut di bidang ilmu pengetahuan, misalnya guru, peneliti, para ahli, dan pencipta.
d. Masyarakat yang bergelut di bidang keagamaan, misalnya pesantren.
e. Masyarakat yang bergelut di bidang olah raga; kurikulum muloknya, misalnya berbagai permainan daerah.
f. Masyarakat yang bergelut di bidang kekeluargaan; kurikulum muloknya, misalnya: gotong royong, silaturahmi, dan melayat
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dinyatakan bahwa Kurikulum Mulok adalah kurikulum yang diperkaya dengan materi pembelajaran yang ada di lingkungan setempat, baik lingkungan fisik maupun lingkungan masyarakat. Dengan kata lain, Kurikulum Mulok adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang bersifat desentralisasi sebagai upaya pemerintah untuk lebih meningkatkan relevansi terhadap kebutuhan daerah yang bersangkutan.

2.2 Landasan Kurikulum Muatan Lokal di Kota Palu
Kurikulum Mulok di Kota Palu disusun berlandaskan pada UU, PP, dan Perkemendiknas. Landasan Kurikulum Mulok tersebut diuraikan sebagai berikut.
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 37 Ayat 1 dan Pasal 38 Ayat 2 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasinal Pendidikan.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan.
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 dan Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan 23 Tahun 2006.
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses.
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana.
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan.
10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan.

2.3 Tujuan Kurikulum Mulok di Kota Palu
Rusman (2009: 404) menyatakan bahwa Kurikulum Mulok mempunyai dua tujuan, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Berdasarkan pernyataan tersebut, Kurikulum Mulok di Kota Palu juga memiliki tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut.

1. Tujuan Umum
Penyusunan Kurikulum Mulok di Kota Palu bertujuan sebagai bahan acuan bagi satuan pendidikan, baik SD/MI, SMP/MTs maupun SMA/MA/SMK yang ada di Kota Palu dalam mengembangkan mata pelajaran Mulok, yang dilaksanakan pada setiap tingkat satuan pendidikan tersebut.


2. Tujuan Khusus
Mata pelajaran Mulok bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, dan perilaku kepada siswa yang ada di Kota Palu agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/peraturan yang berlaku di Kota Palu dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah Kota Palu, pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Tengah, dan pembangunan nasional. Dengan demikian, siswa dapat (1) mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budaya Kota Palu; (2) memiliki bekal kemampuan dan keterampilan khusus sehingga mampu menolong dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan dapat memanfaatkan sumber belajar yang ada di Kota Palu untuk meningkatkan kualitasnya; (3) memiliki pengetahuan tentang Kota Palu, baik yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya; serta (4) memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/peraturan-peraturan yang berlaku di Kota Palu, melestarikannya, dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya Kota Palu dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Secara khusus, Kurikulum Mulok di Kota Palu bertujuan untuk meningkatkan kualitas siswanya sehingga mereka
1. berbudi pekerti luhur dan sopan santun: sopan santun daerah dan sopan santun nasional;
2. berkepribadian: memiliki jati diri dan kepribadian daerah dan kepribadin nasional;
3. mandiri: dapat menolong diri sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya tanpa batuan orang lain;
4. terampil dan menguasai sepuluh segi PKK di Kota Palu;
5. beretos kerja dan mencintai pekerjaannya sehingga bisa menggunakan waktu sebaik-baiknya;
6. profesional: mengerjakan kerajinan daerah, seperti membuat ukiran kayu hitam, membuat anyaman, membuat bawang goreng khas Palu, dan sebagainya;
7. produktif: mampu berbuat sebagai produsen, bukan hanya sebagai konsumen;
8. sehat jasmani dan rohani;
9. cinta lingkungan: dapat menumbuhkan cinta tanah air, khususnya Kota Palu;
10. kesetiakawanan sosial: dalam bekerja siswa selalu membutuhkan teman sehingga terjalin kerja sama dan gotong royong;
11. kreatif-inovatif untuk hidup: tidak menyia-nyiakan waktu luang, ulet, tekun, rajin, dan sebagainya;
12. mementingkan pekerjaan yang praktis: menghilangkan gap antara lapangan teori dan praktik; dan
13. mencintai budaya daerah Kota Palu dan budaya nasional.



2.4 Sumber Bahan Kurikulum Mulok di Kota Palu
Sumber bahan Kurikulum Mulok di Kota Palu dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1. Nara Sumber
Nara sumber dalam Kurikulum Mulok adalah (a) guru yang mempunyai pengalaman dan ketrampilan di bidang mata pelajaran Mulok yang dicanangkan oleh setiap sekolah; (b) seluruh siswa pada setiap sekolah; dan (c) nara sumber lain yang ada di sekitar sekolah, yang bisa diajak kerja sama.
2. Software
Sofware dalam Kurikulum Mulok di Kota Palu adalah bahan ajar yang terdapat dalam buku-buku, seperti buku cara bercocok tanam, cara beternak, buku seni ukir, dan buku bahan ajar bahasa Kaili.
3. Hardware
Hardware dalam Kurikulum Mulok di Kota Palu adalah suatu bahan ajar yang sifatnya dapat diamati, seperti: upacara daerah, peralatan pertanian, alat kesenian, alat ukir, dan penutur bahasa Kaili.
4. Lingkungan
Sumber bahan muatan lokal yang ada di sekitar lingkungan yang bersifat historis, misalnya museum, adat istiadat, dan sebagainya.
5. Berbagai hasil diskusi oleh beberapa pakar atau nara sumber yang relevan.
Dalam menentukan bahan Mulok dilakukan pemetaan Kota Palu untuk mengidentifikasi jenis Mulok yang akan diajarkan. Kemendiknas menetapkan bahan Mulok sebesar 20% dari bahan kurikulum keseluruhan dengan memperhatikan (a) GBPP yang berlaku; (b) sumber daya yang tersedia; (c) kekhasan lingkungan alam, sosial, budaya, dan kebutuhan daerah; (d) mobilitas siswa; (e) perkembangan dan kemampuan siswa; dan (f) nara sumber yang ada. Selain itu, setiap Kepala Sekolah bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Palu, Pemerintah Kota Palu, instansi lain yang terkait, badan swasta, dan masyarakat agar Mulok yang dicanangkan oleh tiap-tiap sekolah dapat diterima dengan baik.

2.5 Sistem Penyampaian Kurikulum Mulok di Kota Palu
Sistem penyampaian Kurikulum Mulok di Kota Palu berkaitan dengan pemilihan metode pembelajaran. Dalam memilih suatu metode pembelajaran, guru berdasarkan pada hal-hal sebagai berikut.

1. Minat dan motivasi siswa
Dalam memilih metode pembelajaran, gurumemperhatikan keberagman minat dan motivasi siswa. Siswa dikelompokkan berdasarkan minat dan tingkatan motivasinya.
2. Sifat Bahan
Metode pembelajaran yang digunakan guru disesuaikan dengan bahan muatan lokal yang mempunyai beberapa ciri khas, di antaranya (a) bahannya luas dan urutannnya tidak kaku, (b) sebagaian bahan ajar dapat diberikan secara ekstra kurikuler, (c) guru terdiri atas beberapa nara sumber yang sebagian tidak berprofesi sebagai guru, dan dapat dilaksanakan dengan metode karya wisata, drill, dan demontsrasi. Bahkan, kursus di luar sekolah.
3. Media yang tersedia
Dalam memilih metode pembelajaran, dalam kaitannya dengan bahan ajar yang beraneka ragam, guru mempertimbangkan media yang tersedia, misalnya alat pertanian, alat pertanaman, alat ukir, laboratorium bahasa, dan sebagainya yang harus ditopang dengan dana yang cukup.
4. Kesiapan guru
Kesiapan guru perlu diperioritaskan dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. Hal itu, sangat berkaitan dengan kemampuan akademis dan non-akademis. Dalam kaitannya dengan kualitas guru Mulok, di lembaga pendidikan guru belum ada mata kuliah praktik Mulok sehingga sangat sulit mencari guru Mulok yang profesional. Untuk mengatasi hal itu, guru Mulok perlu diikutkan pelatihan dan penataran, terutama pelatihan dan penataran tentang penyusunan kurikulum, silabus, RPP, dan penilaian. Setiap guru Mulok harus mampu mengembangkan Kurikulum Mullok dengan baik.
5. Waktu pelaksanaan
Guru juga harus memperhatikan waktu pelaksanaan mata pelajaran Mulok dalam pemilihan metode pembelajaran. Pelaksanaan Mulok sebisa mungkin tidak menghalangi atau mengganggu pencapaian tujuan pendidikan yang tertera dalam KTSP. Jadwal pelaksanaan mata pelajaran Mulok disisipkan pada jadwal pembelajaran semua mata pelajaran yang tercantum dalam KTSP. Ada beberapa sekolah di Kota Palu belum siap melakukan kegiatan ekstrakurikuler karena kegiatan tersebut pengawasannya sangat sulit dan terbentur dengan biaya. Sekolah juga belum siap melaksanakan hari krida yang diselenggarakan setiap hari Sabtu karena belum memiliki GBPP yang mantap.
6. Situasi setempat
Situasi setempat bersifat situasional dan kondisional karena Kota Palu merupakan daerah yang kaya dengan muatan lokal dan tidak mengalami kesulitan dalam menentukan bahan muatan lokal.

2.6 Kendala Kurikulum Mulok di Kota Palu
Pelaksanaan Kurikulum Mulok di Kota Palu mempunyai beberapa kendala ditinjau dari segi kurikulum, silabus, RPP, penilaian, guru, siswa, serta sarana dan prasarana.
Ditinjau dari segi kurikulum, Kurikulum Mulok di Kota Palu berbeda dengan Kurikulum Mulok di daerah lain sehingga siswa pindahan dari luar Kota Palu mengalami kesulitan dalam pembelajaran. Selain itu, Kurikulum Mulok di Kota Palu belum ditangani oleh tenaga yang profesional di bidang kurikulum. Bahkan, ada beberapa sekolah di Kota Palu belum memiliki Kurikulum Mulok. Guru mata pelajaran Mulok mengajar berdasarkan apa yang dipahaminya tanpa berpedoman pada Kurikulum Mulok. Hal itu sangat berdampak negatif pada siswa.
Begitu pula dengan silabus dan RPP. Banyak guru mata pelajaran Mulok belum menyusun silabus dan RPP. Bahkan, mereka tidak memiliki silabus dan RPP. Lebih parah lagi ada beberapa guru Mulok belum bisa menyusun silabus dan RPP. Dengan kata lain, dalam kegiatan pembelajaran, guru mengajar tanpa memiliki perangkat pembelajaran atau tanpa memiliki pedoman pembelajaran. Bagaimana mungkin guru bisa mengajar dengan baik (efektif dan efisian) kalau tidak berpedoman pada silabus dan RPP? Apakah tujuan pendidikan melalui mata pelajaran Mulok bisa dicapai secara maksimal? Bagaimana cara guru menilai prestasi belajar siswa? Bagaimana dengan hasil belajar yang dicapai siswa? Maksimalkah? Tercapaikah tujuan pembelajarannya? Jawaban dari pertanyaan itulah yang sampai saat ini belum ada penyelesaiannya secara keseluruhan.
Ditinjau dari segi penilaian, masih banyak siswa yang tidak tuntas nilainya sehingga mereka harus mengikuti remedial. Begitu pula dengan nilai ujian sekolah. Banyak siswa yang tidak lulus ujian sekolah untuk mata pelajaran Mulok sehingga mereka diharuskan mengikuti ujian ulang. Jika siswa yang sudah mengikuti ujian ulang tersebut belum juga dinyatakan lulus, guru yang bersangkutan terpaksa mencari cara untuk meluluskan siswanya.
Guru mata pelajaran Mulok di Kota palu, baik di SD/MI, SMP/MTs maupun di SMA/MA/SMK secara umum masih sangat memprihatinkan, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Banyak guru mata pelajaran Mulok yang belum profesional karena mereka tidak berprofesi sebagai guru. Guru Mulok Bahasa Kaili, misalnya, berdasarkan pengamatan awal saya, guru yang mengajar Bahasa Kaili adalah guru Agama Islam. Guru tersebut diberi tanggung jawab mengajar mata pelajaran Mulok Bahasa Kaili karena penutur asli. Sungguh ironis sekali. Seorang penutur asli belum tentu menguasai ilmu bahasa Kaili apalagi bukan guru bahasa. Bagaimana mungkin siswa bisa memahami tata bahasa Kaili dengan baik dan benar kalau gurunya tidak memahami atau menguasai tata bahasa Kaili dengan baik dan benar. Bahkan, tidak memiliki metode mengajar bahasa dengan baik.
Minat, motivasi, dan kebutuhan siswa sangat beragam. Hal itu perlu penanganan yang serius dalam menentukan mata pelajaran Mulok yang akan diajarkan di setiap sekolah. Keberagaman siswa tersebut menyebabkan beberapa kesulitan dalam kegiatan pembelajaran. Banyak siswa yang tidak berminat dan tidak termotivasi mengikuti kegiatan pembelajaran Mulok. Misalnya, Mulok Bahasa Kaili, siswa yang bukan penutur bahasa Kaili kurang menyukai mata pelajaran tersebut. Hal itu disebabkan bukah hanya materinya yang sulit dipahami, melainkan juga cara guru mengajar kurang menarik perhatian siswa. Jadi, kemampuan akademik, metode, dan strategi pembelajaran yang dimiliki seorang guru Mulok sangat memengaruhi minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran Mulok.
Ditinjau dari segi sarana dan prasarana, buku acuan dan buku-buku pendukung masih sangat kurang. Bahkan, ada beberapa sekolah yang belum memiliki bahan ajar atau buku acuan dalam pembelajaran. Misalnya, buku acuan atau bahan ajar Bahasa Kaili, sampai saat ini belum ada bahan ajar Bahasa Kaili yang sudah dicetak atau diterbitkan. Menurut pantauan saya, akhir-akhir ini sudah diadakan seminar Bahan Ajar Mulok Bahasa Kaili. Akan tetapi, tidak dibarengi dengan penyusunan bahan ajar Mulok Bahasa Kaili padahal di Kota Palu mayoritas penduduknya berbahasa Kaili. Bahkan, Kepala Dinas Pendidikan Kota Palu dan Walikota Palu adalah orang Kaili (penutur bahasa Kaili). Pihak Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah, yang bergelut di bidang kebahasaan sudah melobi pihak-pihak yang terkait, tetapi belum disambut dengan baik, terlebih direalisasikan. Apakah masyarakatnya tidak mencintai budaya leluhurnya? Untuk menjawab itu perlu penelitian spesifik.

2.7 Pengembangan Kurikulum Mulok di Kota Palu
Pengembangan Kurikulum Mulok di Kota Palu sepenuhnya ditangani oleh sekolah dan komite sekolah bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Palu dan istansi atau pihak lain yang relevan. Hal itu membutuhkan penanganan secara profesional, baik dalam perencanaan dan pengelolaan maupun dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, di samping mendukung pembangunan daerah dan pembangunan nasional, perencanaan, pengelolaan, maupun pelaksanaan Mulok perlu memperhatikan keseimbangannya dengan KTSP. Penanganan Mulok secara profesional merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholders), yaitu sekolah dan komite sekolah. Berdasarkan pendapat Rusman (2009: 406—409), pengembangan mata pelajaran Mulok di Kota Palu yang dilakukan oleh sekolah dan komite sekolah dilaksanakan melalui lima langkah, sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan Kota Palu
Kegiatan ini bertujuan untuk menelaah dan mendata beberapa kondisi dan kebutuhan Kota Palu. Data itu diperoleh dari pihak yang terkait, yaitu Pemda/Bappeda, instansi vertikal terkait, perguruan tinggi, dan dunia usaha/industri. Kondisi Kota Palu ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alamnya, sedangkan kebutuhan Kota Palu diketahui, antara lain dari rencana pembangunan Kota Palu; pengembangan ketenagakerjaan, termasuk jenis kemampuan dan keterampilan yang diperlukan; dan aspirasi masyarakat mengenai pelestarian alam dan pengembangan Kota Palu; serta konservasi alam dan pemberdayaannya.
2. Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi Mulok
Berbagai jenis kebutuhan Kota Palu dapat mencerminkan fungsi Mulok di Kota Palu, antara lain untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Kota Palu; meningkatkan keterampilan di bidang pertanian, pertanaman, perikanan, bahasa daerah, dan kerajinan; dan meningkatkan kemampuan berwiraswasta.
3. Menentukan bahan kajian Mulok
Kegiatan ini pada dasarnya bertujuan untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan Mulok yang diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sekolah yang ada di Kota Palu.
4. Menentukan Mata Pelajaran Mulok
Kegiatan pembelajaran Mulok ditentukan berdasarkan bahan kajian Mulok tersebut. Kegiatan itu berupa kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi siswa, yang disesuaikan dengan ciri khas Kota Palu; potensi Kota Palu; dan prospek pengembangan Kota Palu, termasuk keunggulan Kota Palu yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada. Serangkaian kegiatan pembelajaran yang telah ditentukan sekolah dan komite sekolah tersebut, selanjutnya ditetapkan oleh sekolah dan komite sekolah yang bersangkutan untuk dijadikan sebagai mata pelajaran Mulok.
5. Mengembangkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), serta silabus dengan mengacu pada SI yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Pengembangan SK dan KD merupakan langkah awal dalam penyusunan mata pelajaran Mulok agar dapat dilaksanakan di sekolah. SK menentukan kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan, sedangkan KD merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa yang penentuannya melibatkan guru, ahli dalam bidang kajian, dan ahli dari instansi lain yang relevan. Pengembangan silabus Mulok meliputi: (a) pengembangan indikator, (b) pengidentifikasian materi pembelajaran, (c) pengembangan kegiatan pembelajaran, (d) pengalokasian waktu, (e) pengembangan penilaian, dan (f) penentuan sumber belajar.

Mulok bisa dicantumkan dalam intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Bahan Mulok yang dicantumkan dalam intrakurikuler adalah mata pelajaran Kesenian dan Ketrampilan, Bahasa Kaili, Pertanian, Perikanan, dan Pertanaman. Bahan muatan lokal yang dilaksanakan secara ekstrakurikuler dikembangkan dari pola kehidupan di lingkungan sekolah.
Bahan muatan lokal sifatnya mandiri dan tidak terikat oleh pusat sehingga peranan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sangat menentukan pencapain tujuan pembelajaran. Dalam pengembangan Kurikulum Mulok, guru perlu menempuh tiga langkah, yaitu (1) menyusun perencanaan Mulok, (2) melakukan pembinaan Mulok, dan (3) melakukan pembinaan Mulok. Ketiga langkah tersebut diuraikan sebagai berikut.

1. Menyusun Perencanaan Mulok
Dalam menyusun perencanaan Mulok, guru memperhatikan beberapa komponen, yaitu sumber belajar, pengajar, metode, media, dana, dan evaluasi. Dalam merencanakan bahan Mulok yang akan diajarkan, guru melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut.
a. Mengidentifkasi segala sesuatu yang memungkinkan untuk dijadikan bahan Mulok.
b. Menyeleksi bahan Mulok dengan kriteria: (1) sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik, (2) tidak bertentang dengan Pancasila dan peraturan adat yang berlaku, (3) ada nara sumber, baik di dalam maupun di luar sekolah, dan (4) bahan ajar tersebut sesuai dengan ciri khas daerah tertentu.
c. Menyusun GBPP mata pelajaran Mulok.
d. Mencari sumber bahan yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
e. Mengusahakan sarana/prasarana yang relevan dan terjangkau.

2. Melakukan Pembinaan Mulok
Pembinaan Mulok di Kota Palu sebagian kecil sudah mulai ditangani oleh tenaga-tenaga profesioanal dan dilakukan secara kontinyu. Hal itu ditempuh karena dalam pelaksanaannya di lapangan terkadang siswa lebih mahir daripada gurunya. Siswa sudah terbiasa melakukan kegiatan-kegiatan yang diperioritaskan atau diajarkan dalam mata pelajaran Mulok. Sebagian dari mereka adalah anak petani, pengrajin, dan peternak, yang sudah terbiasa membantu orang tuanya melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Para siswa menganggap bahwa pembelajaran Mulok hanya membuang-buang tenaga, waktu, dan biaya. Anggapan siswa seperti itu perlu diberikan pemahaman bahwa mata pelajaran Mulok bukan saja bertujuan untuk memperkenalkan keterampilan khusus kepada siswa, melainkan juga membina keterampilan khusus itu, termasuk keterampilan yang sudah dimiliki siswa agar dapat dikelolah dengan baik dalam rangka mendidik siswa yang terampil dan beretos kerja tingga sehingga kelak mereka bisa menjadi siswa yang berbakat dan bermotivasi tinggi.

3. Melakukan Pengembangan Mulok
Dalam mengembangkan Mulok di Kota Palu ada dua arah pengembangan yang dilakukan, yaitu pengembangan jangka panjang dan pengembangan jangka pendek. Pengembangan jangka panjang bertujuan untuk melatih keahlian dan ketrampilan siswa yang sesuai dengan harapannya, yang nantinya dapat membantu dirinya, keluarganya, masyarakat, pembangunan Kota Palu, serta pembangunan nusa dan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan muatan lokal dalam jangka panjang direncanakan secara sistematik oleh sekolah, keluarga, dan masyarakat setempat bekerja sama dengan pakar-pakar instansi terkait, baik negeri maupun swasta. Muatan lokal di sekolah dasar masih bersifat concentris, kemudian dilaksanakan secara kontinyu di sekolah menengah pertama dan akan terjadi konvergensi di sekolah menengah atas.
Perkembangan muatan lokal dalam jangka pendek dapat dilakukan oleh sekolah setempat dengan cara menyusun Kurikulum Mulok, kemudian menyusun GBPP-nya dan merevisinya setiap saat. Dalam Pengembangan selanjutnya ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu perluasan Mulok dan pendalaman Mulok. Dalam perluasan Mulok, dasarnya adalah bahan Mulok yang ada di Kota Palu, misalnya, Pertanian (kalau sudah dianggap cukup) diganti dengan Peternakan, Perikanan, Kerajianan, atau Bahasa Kaili. Pada awalnya beberapa Mulok tersebut hanya diberikan dasar-dasarnya kepada siswa; pendalamanya dilaksanakan pada periode berikutnya. Selain dikembangkan, Mulok juga harus didalami. Dalam pendalaman Mulok, dasarnya adalah bahan Mulok yang sudah ada, kemudian diperdalam, misalnya, masalah pertanian, yang dibicarakan dan dilaksanakan adalah bagaimana cara memupuk, memelihara, mengembangkan, memasarkan, dan sebagainya. Oleh karena itu, pelajaran ini diberikan pada siswa yang sudah dewasa (SMP/MTs atau SMA/MA/SMK).
Berhasil atau tidaknya pengembangan Mulok di sekolah bergantung pada (1) kreativitas guru, (2) kesesuain program, (3) ketersedianan sarana dan prasarana, (4) cara pengelolaan, (5) kesiapan siswa, (6) partisipasi masyarakat Kota Palu, dan (7) pendekatan kepala sekolah dengan nara sumber dan instansi terkait. Selain itu, bahan pembelajaran Mulok untuk satu bidang studi ditentukan dan dilaksanakan secara tepat melalui empat cara berikut.
1. Bidang studi yang sudah memiliki GBPP dibuatkan pokok bahasan/sub pokok bahasannya, kemudian dipilih bahan mana yang berkriteria Mulok.
2. GBPP yang telah dipilih disesuaikan dengan pola kehidupan masyarakat Kota Palu.
3. Pola kehidupan dalam lingkungan alam dijadikan sumber GBPP yang mungkin sesuai atau tidak sesuai dengan GBPP yang telah ada.
4. Pola kehidupan dalam lingkungan alam dipilih unsur-unsurnya yang perlu dimasukan dalam program pendidikan, kemudian dibuatkan GBPP-nya.

III. SIMPULAN
Kurikulum Mulok merupakan program pendidikan yang disi dalam SI; media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya, serta kebutuhan Kota Palu; dan wajib dipelajari oleh Siswa di seluruh Kota Palu. Kurikulum Mulok diajarkan kepada siswa bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN.
Bahan Mulok di Kota Palu diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari nara sumber, pengalaman lingkungan, dan hasil diskusi para ahli yang relevan. Kurikulum Mulok dalam pelaksanaan pembelajaran selalu berkaitan dengan berbagai unsur atau komponen. Begitu pula dalam penyusunan perencanaan Mulok. Dalam penyusunan perencanaan Mulok berkaitan dengan beberapa aspek, antara lain sumber bahan ajar, pengajar, metode, media, dana, dan evaluasi.
Sebagai salah satu kurikulum baru dalam dunia pendidikan, pelaksanaan pembelajaran Mulok mengalami banyak kendala atau rintangan, antara lain dari segi: peserta didik, guru, administrasi, sarana dan prasarana. Bahkan, dari kurikulum Mulok itu sendiri. Akan tetapi, kendala tersebut lambat laun dapat di minimalisasi dengan berbagai metode, antara lain mengadakan pelatihan bagi para pengajar, memantapkan GBPP, dan melakukan evaluasi secara berkesinambungan.
Mulok sangat penting diajarkan kepada semua siswa agar mereka lebih mengetahui dan mencintai budaya Kota Palu, berbudi pekerti luhur, mandiri, kreatif, dan profesional yang pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya Kota Palu.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi dan Asnah Said. 1998. Pengembangan Program Muatan Lokal (PPML). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Peningkatan Mutu Guru Kelas Setara D-2.
Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2008. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Haryati, Mimin. 2006. Model dan Teknik Penilaian Pada tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Pers.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Bandung: Bumi Aksara.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19, Tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, Tahun 2006, Tentang Standar Isi.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23, Tahun 2006, Tentang Standar Kompetensi Lulusan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24, Tahun 2006, Tentang Standar Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan 23 Tahun 2006.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6, Tahun 2007, Tentang Standar Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan 23 Tahun 2006.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41, Tahun 2007, Tentang Standar Proses.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24, Tahun 2007, Tentang Standar Pengelolaan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Subandijah. 1996. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 173 Tahun 1987.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22, Tahun 1999, Tentang Pemerintah Daerah.

Read More......